Pada Jumat, 7 Februari 2025, Komisi Kode Etik Polri (KKEP) mengadakan sidang etik terhadap mantan pejabat kepolisian yang diduga terlibat dalam kasus pemerasan. Sidang ini mengevaluasi tindakan AKBP Bintoro, mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, dan empat orang lainnya yang juga merupakan anggota polisi. Total 21 saksi dipanggil untuk memberikan keterangan, termasuk warga sipil yang memiliki peran dominan dalam kasus tersebut. Komisioner Kompolnas Choirul Anam menjelaskan bahwa struktur cerita kasus ini melibatkan bukan hanya anggota kepolisian tetapi juga individu di luar institusi tersebut.
Komisi Kode Etik Polri memutuskan untuk menyelidiki dugaan pemerasan yang dilakukan oleh sekelompok petugas kepolisian terhadap anak dari seorang eksekutif perusahaan Prodia. Dalam persidangan ini, AKBP Bintoro menjadi pusat perhatian sebagai mantan kepala unit investigasi kriminal di wilayah Jakarta Selatan. Menurut Choirul Anam, sebanyak 21 saksi telah ditetapkan untuk memberikan informasi penting tentang insiden tersebut. Beberapa saksi ini adalah pihak non-kepolisian yang berperan signifikan dalam rangkaian kejadian yang diselidiki. "Struktur cerita ini tidak hanya mencakup anggota kepolisian tetapi juga individu luar dengan peran yang sangat dominan," kata Anam.
Choirul Anam menekankan pentingnya partisipasi semua saksi dalam proses persidangan. Dia berharap bahwa mereka dapat hadir secara langsung atau melalui surat tertulis jika tidak bisa hadir secara fisik. "Informasi dari saksi-saksi ini sangat vital untuk melengkapi gambaran keseluruhan kasus," tambahnya. Persidangan ini bertujuan untuk memastikan bahwa setiap aspek dari dugaan pelanggaran kode etik mendapatkan penilaian yang adil dan transparan.
Bersama dengan AKBP Bintoro, empat petugas kepolisian lainnya juga menjalani sidang etik. Mereka adalah mantan Kasat Reskrim Polres Metro Jakarta Selatan, AKBP G; Z, Kanit Resmob Satreskrim Polres Metro Jaksel; ND, Kasubnit Resmob Satreskrim Polres Metro Jaksel; dan M, Mantan Kanit Satreskrim Polres Metro Jakarta Selatan. Keempat individu ini juga diduga terlibat dalam insiden yang sama. Prosedur ini bertujuan untuk memverifikasi apakah mereka telah melanggar kode etik profesi kepolisian.
Proses persidangan ini menunjukkan komitmen Komisi Kode Etik Polri untuk memastikan integritas dan profesionalisme dalam tubuh kepolisian. Dengan mempertimbangkan keterlibatan pihak non-kepolisian, persidangan ini juga menyoroti kompleksitas hubungan antara institusi pemerintah dan masyarakat sipil. Melalui penyelidikan yang cermat dan objektif, diharapkan kebenaran akan terungkap dan langkah-langkah yang tepat dapat diambil untuk menjaga standar etika yang tinggi dalam layanan publik.