Pasar
Tekanan Ekonomi RI: Kenaikan PPN dan Depresiasi Mata Uang
2024-12-20
Ekonomi Indonesia saat ini menghadapi berbagai tantangan. Kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% pada tahun depan dan tren pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS merupakan isu yang signifikan. Direktur Kepatuhan Bank Oke Indonesia (DNAR), Efdinal Alamsyah, menyatakan bahwa dari sisi konsumen, kenaikan PPN akan meningkatkan harga barang dan jasa, mengurangi daya beli masyarakat dan mempengaruhi permintaan kredit konsumer. Hal ini berpotensi mengurangi permintaan kredit seperti KPR (Kredit Pemilikan Rumah), KKB (Kredit Kendaraan Bermotor), atau pinjaman lainnya. Selain itu, penguatan dolar AS menambah beban biaya impor bagi pelaku usaha. Perusahaan yang bergantung pada bahan baku impor harus lebih hati-hati dalam mengambil kredit untuk ekspansi.
Potensi Buruk Kualitas Kredit
Kenaikan PPN dan depresiasi mata uang garuda tidak hanya mengganggu permintaan kredit, tetapi juga berpotensi memperburuk kualitas kredit debitur baik individu maupun korporasi. Hal ini berisiko menaikkan tingkat kredit bermasalah (NPL). Sektor yang banyak bergantung pada impor atau terpapar dolar lebih berisiko. Direktur Utama Bank Jatim (BJTM), Busrul Iman, menyatakan bahwa kedua tantangan itu berpotensi menurunkan daya beli nasabah dan meningkatkan risiko kredit bermasalah. Biaya pendanaan BPD juga berpotensi naik akibat penguatan dolar AS yang mempengaruhi suku bunga global.Bank Jatim telah melakukan analisa internal dengan memperhatikan kebijakan pemerintah seperti subsidi Listrik selama 2 bulan dan program makan siang gratis. Beberapa strategi yang diambil termasuk memperkuat manajemen risiko kredit, fokus pada efisiensi operasional seperti digitalisasi layanan untuk meningkatkan fee based income dan mengurangi biaya operasional. Memfokuskan penyaluran kredit produktif kepada sektor-sektor terdampak program pemerintah seperti makan bergizi gratis dengan pemberian kredit jangka pendek untuk mengurangi potensi gagal bayar. Melakukan ekspansi kredit di sektor konsumtif lebih besar, utamanya kredit multiguna. Mendorong Dana Pihak Ketiga (DPK) dengan bunga murah untuk menekan cost of fund sebagai bentuk efisiensi di sektor funding.Executive Vice President Consumer Loan BCA (BBCA), Welly Yandoko, mengatakan bahwa kedua isu ini menjadi tantangan bagi penjualan property primary di tahun 2025. Tantangan ini terjadi dari 2 sisi, yaitu kenaikan harga property karena bahan bangunan dan kondisi ekonomi dalam ketidakpastian yang mengganggu daya beli masyarakat. Namun, bank swasta terbesar RI itu optimis bahwa akan tetap tumbuh dengan baik melalui strategi kolaborasi antara BCA dan semua kanal penjualan, termasuk kantor cabang, pengembang, dan broker properti. Mereka juga akan terus mengadakan event seperti expo dan program bunga yang menarik dan masuk ke semua segmen, mulai dari HNWI hingga mass market.Dalam menghadapi tantangan ini, bank harus berhati-hati dalam mengelola risiko dan mengambil langkah-langkah yang tepat. Dengan strategi yang diambil, bank dapat mengatasi tantangan tersebut dan terus berkembang. Namun, kondisi ekonomi yang berubah-ubah tetap menjadi tantangan yang harus dihadapi dengan cermat.