AHY menjadi salah satu pembicara dalam Economic & Capital Market Outlook 2025 CSA Awards 2024. Acara tersebut dihadiri oleh perwakilan direksi dari BEI, KPEI, KSEI hingga Asosiasi Analis Efek Indonesia (AAEI) & CSA Community. Setelah acara, AHY mengungkapkan bahwa ada kerja sama yang sangat penting dan正是因为如此他才来到这里 untuk berbicara lebih lanjut dengan teman-teman di BEI.
AHY juga berpesan kepada para pelaku pasar modal tentang pentingnya infrastruktur sebagai tulang punggung pembangunan yang berkelanjutan ke depan. Pembangunan infrastruktur, kata AHY, dapat mendorong visi Presiden Prabowo Subianto untuk mencapai pertumbuhan ekonomi Indonesia sebesar 8%.
Agus menyatakan bahwa pemerintah akan sangat memperhatikan perlunya Pembangunan Infrastruktur yang berwawasan hijau. Infrastruktur ini akan mendukung terwujudnya sasaran pemerintah yaitu emisi nol bersih (net zero emission) pada tahun 2060. Setiap pembangunan infrastruktur, kata AHY, pemerintah akan terus mengeluarkan kebijakan-kebijakan baru dan peraturan yang lebih ketat yang mengacu pada komitmen internasional seperti Paris Agreement.
Hal ini menunjukkan kebijakan pemerintah yang serius dalam mendukung pembangunan infrastruktur yang ramah lingkungan dan berkelanjutan.
Ketua AAEI David Sutyanto menyampaikan berbagai tantangan yang akan dihadapi perusahaan korporasi di tahun depan. Salah satunya adalah target Indonesia mencapai emisi nol bersih (net zero emission) pada 2060 atau lebih cepat melalui upaya strategis seperti penerapan Energi Baru dan Terbarukan (EBT), efisiensi energi, dan praktik-praktik bisnis yang lebih ramah lingkungan.
Tapi, David juga menilai adanya berbagai factor risiko Global yang menjadi tantangan tersendiri bagi diterapkannya ekonomi hijau. Contohnya, tensions geopolitik seperti Konflik Timur Tengah, Ketegangan As-Rusia (Perang di Ukraina), frekuensi perdagangan AS-Cina, serta dinamika moneter dan global fund.
David memperkirakan ekonomi di tahun 2025 akan stagnan, di mana ditandai adanya berbagai gejolak seperti tekanan inflasi dan fiskal di Amerika Serikat, krisis properti di Cina, dan permintaan domestik yang lemah di kawasan Eropa.