Pasar
Adaro Energy: Dari Perusahaan Asing Hingga Menjadi Raksasa Batu Bara Nasional
2024-11-13
Perjalanan Adaro Energy, anak usaha Adaro Energy Indonesia (ADRO) yang bergerak di bidang batu bara, telah melalui berbagai dinamika sejak awal berdirinya. Dari perusahaan Spanyol hingga menjadi milik pengusaha Indonesia, Adaro Energy kini siap melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui penawaran saham perdana (IPO).

Menjadi Raksasa Batu Bara Nasional yang Siap Bersaing di Pasar Modal

Awal Mula Adaro: Dari Perusahaan Spanyol Hingga Diambil Alih Perusahaan Australia dan Indonesia

Sejarah Adaro Energy bermula pada era boom minyak bumi, batu bara, dan gas di Indonesia pada tahun 1970-an. Pada saat itu, banyak perusahaan asing tertarik untuk menggali "harta karun" tersebut di tanah air, termasuk perusahaan Spanyol bernama Enadimsa. Enadimsa mengajukan tawaran eksplorasi dan eksploitasi 8 blok kepada pemerintah Soeharto, yang kemudian disetujui. Pada 2 November 1982, Enadimsa mendirikan anak perusahaan bernama PT Adaro Indonesia. Nama Adaro diambil dari keluarga Adaro yang berperan besar dalam industri pertambangan Spanyol.Sayangnya, kegiatan pertambangan Enadimsa di Indonesia tidak berlangsung lama. Hanya selama 6 tahun, dari 1983 hingga 1989, konsorsium perusahaan Australia dan Indonesia membeli 80% saham Adaro Indonesia dari Enadimsa. Perusahaan Australia yang dimaksud adalah New Hope Corporation, yang memiliki 40,8% saham. Sementara sisanya dimiliki oleh PT Asminco Bara Utama (40%) dan MEC Indocoal (8,2%).

Kisruh Rebutan Saham: Dari Gugatan Hingga Kepemilikan Sepenuhnya oleh Pengusaha Indonesia

Pada tahun 1997, muncul polemik terkait kepemilikan saham Adaro. Berawal dari PT Asminco Bara Utama yang menggadaikan 40% saham Adaro sebagai jaminan utang kepada Deutsche Bank Cabang Singapura. Ketika Asminco tidak mampu membayar utangnya, Deutsche Bank menjual saham tersebut kepada PT Dianlia Setiamukti pada tahun 2001.Transaksi ini kemudian dipersoalkan oleh pemilik tidak langsung Asminco, yaitu Beckkett Pte. Ltd yang berbasis di Singapura. Beckkett menuntut pengadilan untuk membatalkan transaksi dan membekukan saham Adaro. Gugatan ini berlangsung hingga ke Mahkamah Agung Singapura.Di tengah gugatan tersebut, terjadi lagi peralihan saham Adaro. Kali ini dilakukan oleh Benny Subianto dan Garibaldi "Boy" Thohir melalui PT Alam Tri Abadi. Mereka membeli 40,8% saham Adaro milik New Hope Corporation dan 8,2% saham milik MEC Indocoal seharga US$ 378 juta. Dengan demikian, sejak saat itu, Adaro yang semula dikendalikan perusahaan asing (Spanyol dan Australia) telah menjadi milik pengusaha Indonesia sepenuhnya.Setelah melalui berbagai proses hukum, Pengadilan Singapura akhirnya memutuskan bahwa PT Dianlia Setyamukti adalah pemegang saham sah PT Adaro Indonesia, perusahaan batu bara terbesar di Indonesia. Gugatan Beckkett pun ditolak, sehingga kepemilikan Adaro benar-benar menjadi milik pengusaha Indonesia.

Adaro Energy Siap Melantai di Bursa Efek Indonesia

Setelah melalui berbagai dinamika, Adaro Energy kini siap melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI) melalui penawaran saham perdana (IPO). Anak usaha Adaro Energy Indonesia (ADRO) ini, PT Adaro Andalan Indonesia Tbk. (AADI), akan melepas sebanyak-banyaknya 778.689.200 saham atau sebesar 10% dari modal. Saham tersebut akan ditawarkan dengan harga Rp 4.590 sampai Rp 5.900 per saham, sehingga AADI akan mendapatkan dana segar sekitar Rp 3,57 hingga Rp 4,59 triliun.Dengan kapitalisasi pasar mencapai Rp 35,74 sampai Rp 45,94 triliun, Adaro Energy siap menjadi raksasa batu bara nasional yang bersaing di pasar modal. Perjalanan panjang Adaro, dari perusahaan Spanyol hingga menjadi milik pengusaha Indonesia, telah membuktikan ketangguhan dan daya saing perusahaan ini dalam industri batu bara Indonesia.
More Stories
see more