Pasar
Analisis BI: Pasca terpilih Trump, Nasib Rupiah dan Dolar AS
2024-12-02
Jakarta, CNBC Indonesia - Bank Indonesia (BI) menghadapi tantangan yang semakin berat terhadap pasar keuangan, khususnya setelah terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS). Dolar AS yang diproyeksi akan terus menguat, mengancam nilai mata uang di dunia termasuk rupiah.

Persoalan Inflasi dan Suku Bunga

Firman Mochtar, Kepala Departemen Ekonomi dan Moneter BI, menjelaskan bahwa pasca terpilihnya Trump, peta dunia bisa berubah. Belajar dari periode sebelumnya, kebijakan pro AS akan membuat ekonomi dunia melambat dari 3,2% menjadi 3,1%. Inflasi yang menjadi masalah menakutkan banyak negara dunia dan tidak mudah untuk turun. Inflasi AS saat ini berada di level 2,6% dan lambatnya penurunan inflasi akan berdampak pada suku bunga acuan atau Fed Fund Rate. BI memperkirakan FFR hanya akan dipangkas 50 bps pada 2025.Problema ini semakin rumit karena tingginya kebutuhan pembiayaan pemerintah AS. Penerbitan obligasi akan mendorong kenaikan yield US Treasury dan mengalihkan aliran modal ke AS, meninggalkan negara berkembang seperti Indonesia.

Strategi BI untuk Menjaga Stabilitas

BI memilih menahan suku bunga acuan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah. BI rate pada level 6% diharapkan mampu menarik investor untuk menempatkan modal di dalam negeri. Stabilitas nilai tukar akan ditopang oleh kebijakan intervensi di pasar valuta asing, termasuk transaksi spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), dan Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder.Kepala Ekonom Bank Mandiri Andry Asmoro melihat tekanan berat harus dihadapi rupiah setelah terpilihnya Trump. Tahun depan diperkirakan rupiah bergerak pada level Rp15.600-16.000 per dolar AS. Tekanan akan semakin terasa dalam 6 bulan pertama Trump terpilih. Untuk应对这种情况, BI dan pemerintah harus berupaya menambah pasokan valas di dalam negeri melalui instrumen portfolio yang menarik. Perluasan ekspor juga diperlukan untuk menambal penurunan harga komoditas andalan Indonesia.

Pergerakan Rupiah dan Indeks Dolar AS

Indeks dolar AS (DXY) melesat hingga ke titik 106,20 dengan penguatan sebesar 0,44%. Melansir data Refinitiv, pada pembukaan perdagangan, mata uang Garuda ditutup melemah 0,35% ke Rp 15.895/US$1. Sepanjang tahun ini, rupiah sudah ambruk 3,15%. Firman menambahkan bahwa pergerakan rupiah diarahkan sesuai fundamental dan ekspektasi inflasi serta asumsi pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yaitu Rp16.100 per dolar AS. Volatilitas akan dijaga dalam batas yang aman sehingga tidak menimbulkan ketidakpastian bagi pelaku usaha.Kita tidak mau bergerak dengan volatlitas yang tinggi, ujar Firman. Antara lain mengoptimalkan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI), Sekuritas Valas Bank Indonesia (SVBI), dan Sukuk Valas Bank Indonesia (SUVBI). Koordinasi dengan Kementerian Keuangan dan perbankan akan ditingkatkan sehingga tidak ada kekhawatiran perebutan likuiditas.
More Stories
see more