Pada bulan Januari 2025, pasar keuangan di Indonesia mengalami kejutan dengan keputusan Bank Indonesia untuk menurunkan suku bunga acuan menjadi 5,75%. Keputusan ini diambil dalam Rapat Dewan Gubernur Bank Indonesia (RDG BI). Menurut analisis dari sektor keuangan, langkah ini dipengaruhi oleh kondisi ekonomi global, termasuk kebijakan Bank Sentral Eropa yang juga berencana memangkas suku bunga. Para ahli memperkirakan bahwa Bank Indonesia masih memiliki potensi untuk melakukan pemotongan suku bunga tambahan satu kali lagi pada tahun 2025. Situasi ini menimbulkan pertanyaan tentang arah kebijakan suku bunga The Fed dan dampaknya terhadap nilai Rupiah serta pasar keuangan Indonesia.
Pada Jum'at, 31 Januari 2025, dalam program Power Lunch di CNBC Indonesia, Anneke Wijaya mendiskusikan pengaruh penurunan suku bunga acuan dengan Hanif Mantiq, Chief Executive Officer Star Asset Management. Di tengah-tengah lanskap ekonomi global yang dinamis, Bank Indonesia memilih untuk menurunkan suku bunga acuan hingga 25 basis poin, mencapai angka 5,75%. Langkah ini tidak lepas dari kondisi ekonomi global yang sedang melemah, terutama upaya Bank Sentral Eropa untuk mendorong pertumbuhan ekonomi melalui pemangkasan agresif suku bunga. Hanif Mantiq menilai bahwa tindakan Bank Indonesia ini adalah respons terhadap situasi tersebut, dan ada proyeksi bahwa akan ada pemangkasan lanjutan pada tahun 2025. Diskusi ini juga membahas efek yang mungkin ditimbulkan oleh kebijakan suku bunga The Fed terhadap mata uang Rupiah dan stabilitas pasar keuangan Indonesia.
Dari perspektif seorang jurnalis, kebijakan penurunan suku bunga ini memberikan peluang bagi perekonomian Indonesia untuk tumbuh lebih cepat. Namun, penting juga untuk memantau dampak jangka panjangnya, terutama terhadap nilai tukar Rupiah dan inflasi. Langkah-langkah ini menunjukkan bahwa Bank Indonesia tetap waspada terhadap tantangan global sambil berusaha menjaga stabilitas ekonomi domestik.