Bursa karbon di Indonesia kini telah resmi dibuka untuk pasar internasional, menandai langkah penting dalam upaya negara untuk mengurangi emisi karbon. PT PLN (Persero), melalui VP Transisi Energi dan Keberlanjutan Kamia Handayani, menyambut positif kebijakan ini. Sejak awal pekan lalu, perdagangan karbon di IDXCarbon telah beroperasi secara internasional, setelah sebelumnya hanya terbatas pada pasar domestik sejak akhir September 2023. Kamia menjelaskan bahwa PLN memiliki sertifikasi pengurangan emisi sebesar 1,7 juta ton CO2 ekuivalen yang akan dijual kepada pihak luar negeri. Langkah ini mencerminkan komitmen perusahaan terhadap proyek-proyek energi bersih dan penurunan emisi. Namun, tantangan utama masih ada di sisi permintaan, di mana sektor ketenagalistrikan harus mematuhi aturan perdagangan karbon, termasuk Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) yang mayoritas menggunakan batu bara.
Kebijakan baru ini memberikan peluang bagi PLN untuk memperluas jangkauan pasar sertifikat pengurangan emisi mereka. Pasar karbon yang telah dibuka secara internasional melalui platform IDXCarbon sejak Senin (20/1/2025) menunjukkan langkah maju signifikan. Sejak akhir September 2023, perdagangan karbon hanya terbatas pada pasar domestik, tetapi kini telah diperluas untuk mencakup pelaku usaha internasional. Kamia Handayani mengungkapkan bahwa PLN memiliki 1,7 juta ton CO2 ekuivalen yang telah disertifikasi dan siap dijual kepada offtaker luar negeri. Karena sertifikat ini akan diklaim oleh pihak luar, PLN tidak dapat lagi mengklaimnya sendiri. Hal ini menegaskan pentingnya transparansi dan akuntabilitas dalam perdagangan karbon.
Saat ini, tantangan utama berasal dari sisi permintaan. Meskipun beberapa sektor usaha sudah wajib melakukan perdagangan karbon, banyak transaksi masih dilakukan secara sukarela. Sektor ketenagalistrikan, terutama PLTU, merupakan salah satu sektor yang wajib melakukan perdagangan karbon. Kamia menjelaskan bahwa PLTU harus mematuhi kuota maksimal emisi yang ditetapkan pemerintah. Jika PLTU melebihi batas kuota, mereka wajib mengganti emisi tersebut dengan cara membeli kredit karbon atau melakukan kegiatan offset seperti penanaman tumbuhan. Ini menjadi kewajiban yang harus dipenuhi oleh PLTU, sementara sektor lain belum memiliki kewajiban serupa.
Ke depannya, Kamia berharap adanya mekanisme yang dapat memastikan mutual recognition dan kredibilitas sertifikat pengurangan emisi yang dikeluarkan oleh pelaku bisnis domestik dapat diakui secara internasional. Langkah ini sangat penting untuk memperkuat posisi Indonesia dalam perdagangan karbon global dan mendukung tujuan penurunan emisi secara efektif. Dengan demikian, pembukaan pasar karbon internasional bukan hanya membawa peluang ekonomi baru, tetapi juga mendorong transformasi menuju energi yang lebih bersih dan berkelanjutan.