Pasar
Banyak Masalah, Warga RI Mulai Ogah Taruh Duit di Pinjol
2024-11-04
Industri fintech peer-to-peer (P2P) lending di Indonesia menghadapi tantangan yang semakin berat. Jumlah pemberi pinjaman atau lender perorangan terus mengalami penurunan yang signifikan. Berbagai faktor, mulai dari kondisi makroekonomi hingga tata kelola perusahaan yang buruk, diyakini menjadi penyebabnya. Industri ini pun dihadapkan pada sentimen negatif terkait penutupan beberapa platform pinjol yang bermasalah. Lantas, apa sebenarnya yang terjadi di balik tren penurunan jumlah lender ini?

Mengungkap Penyebab Penurunan Jumlah Lender Fintech P2P Lending

Kondisi Makroekonomi yang Kurang Kondusif

Menurut data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), jumlah outstanding pinjaman perorangan pada industri fintech P2P lending tercatat sebesar Rp5,24 miliar pada Agustus 2024. Angka ini turun 7,6% secara tahunan (year-on-year) dan 14% sepanjang tahun berjalan (year-to-date). Kepala Departemen Pengaturan dan Perizinan IAKD OJK, Djoko Kurnijanto, menyatakan bahwa salah satu faktor penyebabnya adalah kondisi makroekonomi yang kurang kondusif. Situasi ekonomi yang tidak stabil dapat mempengaruhi kepercayaan dan minat masyarakat untuk berinvestasi melalui platform pinjol.

Selain itu, tingkat inflasi yang tinggi dan pertumbuhan ekonomi yang melambat dapat berdampak pada kemampuan masyarakat untuk menjadi pemberi pinjaman. Mereka mungkin lebih memilih untuk menjaga likuiditas keuangan mereka sendiri daripada berinvestasi di platform pinjol. Kondisi makroekonomi yang kurang menguntungkan ini dapat menjadi salah satu penyebab utama penurunan jumlah lender dalam industri fintech P2P lending.

Buruknya Tata Kelola Keuangan Perusahaan

Faktor lain yang diduga menjadi penyebab penurunan jumlah lender adalah buruknya tata kelola keuangan (financial governance) di beberapa perusahaan fintech P2P lending. Djoko Kurnijanto dari OJK menyatakan bahwa isu terkait tata kelola keuangan ini juga dibahas dalam acara Bincang Fintech Nasional (BFN) dan Indonesia Sharia Finance Expo (ISFE) 2024.

Buruknya tata kelola keuangan, seperti praktik manajemen risiko yang lemah, kurangnya transparansi, dan masalah kepatuhan, dapat menimbulkan keraguan di kalangan masyarakat untuk menjadi pemberi pinjaman. Mereka mungkin merasa khawatir akan keamanan dan keandalan platform pinjol, sehingga memilih untuk tidak berinvestasi. Hal ini dapat menjadi faktor penting yang mendorong penurunan jumlah lender dalam industri fintech P2P lending.

Sentimen Negatif Terkait Penutupan Beberapa Platform Pinjol

Di tengah penurunan jumlah lender, industri fintech P2P lending juga dihadapkan dengan sentimen negatif terkait penutupan beberapa platform pinjol yang terlilit permasalahan keuangan dan fraud. Sepanjang tahun 2024, OJK telah mencabut izin usaha empat fintech lending, yaitu PT Investree Radika Jaya (Investree), PT Tani Fund Madani Indonesia (TaniFund), PT Akur Dana Abadi (Jembatan Emas), dan PT Semangat Gotong Royong (Dhanapala).

Penutupan platform-platform tersebut tentunya menimbulkan kekhawatiran di kalangan masyarakat, terutama para pemberi pinjaman. Mereka mungkin merasa ragu untuk berinvestasi di platform pinjol lainnya, khawatir akan mengalami nasib yang sama. Sentimen negatif ini dapat menjadi faktor penting yang mendorong penurunan jumlah lender dalam industri fintech P2P lending.

Upaya Asosiasi Fintech untuk Meningkatkan Kepercayaan Masyarakat

Dalam menanggapi tren penurunan jumlah lender, Asosiasi Fintech Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) terus mendorong para pelaku fintech lending untuk menerapkan prinsip-prinsip industri GRC (Governance, Risk, dan Compliance). Sekretaris Jenderal AFPI, Tiar Karbala, menyatakan bahwa pihaknya melakukan pemantauan secara berkala dan memberikan arahan kepada anggotanya untuk memperkuat tata kelola perusahaan.

Upaya ini bertujuan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri fintech P2P lending. Dengan menerapkan prinsip GRC secara konsisten, diharapkan dapat mengembalikan keyakinan para pemberi pinjaman untuk berinvestasi di platform pinjol. Selain itu, AFPI juga berperan aktif dalam memantau dan mengevaluasi kinerja anggotanya, serta mendorong praktik terbaik dalam industri ini.

Penurunan jumlah lender dalam industri fintech P2P lending di Indonesia merupakan tantangan yang harus dihadapi dengan serius. Berbagai faktor, mulai dari kondisi makroekonomi yang kurang kondusif, buruknya tata kelola keuangan perusahaan, hingga sentimen negatif terkait penutupan platform pinjol, diyakini menjadi penyebab utama fenomena ini. Upaya asosiasi industri untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat melalui penerapan prinsip GRC menjadi langkah penting untuk mengatasi permasalahan ini. Dengan kerja sama yang baik antara regulator, asosiasi, dan pelaku industri, diharapkan industri fintech P2P lending dapat kembali menarik minat masyarakat sebagai pemberi pinjaman.

more stories
See more