Pasar minyak global mencatat peningkatan harga yang signifikan dalam beberapa hari terakhir. Harga minyak mentah dunia mencapai level tertinggi sejak Oktober 2024, didorong oleh langkah-langkah stimulus ekonomi dari pemerintah China. Data menunjukkan bahwa harga minyak Brent stabil di US$ 76,51 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) menguat ke posisi US$ 73,93 per barel. Ini merupakan penguatan berkelanjutan selama lima hari berturut-turut. Stimulus ekonomi China telah memberikan dorongan kuat pada permintaan minyak, dengan pengumuman peningkatan pendanaan obligasi jangka panjang dan pemangkasan suku bunga oleh Bank Sentral China. Di sisi lain, Goldman Sachs memproyeksikan penurunan produksi dan ekspor minyak Iran akibat sanksi yang lebih ketat dari pemerintah AS.
Langkah-langkah revitalisasi ekonomi dari negeri Tirai Bambu telah menjadi katalis utama untuk peningkatan harga minyak. Pemerintah China telah mengumumkan rencana untuk meningkatkan pendanaan melalui obligasi jangka panjang pada tahun 2025, bertujuan untuk mendorong investasi bisnis dan konsumsi. Selain itu, Bank Sentral China juga berencana memangkas rasio persyaratan cadangan bank dan suku bunga, yang kemudian akan membawa likuiditas lebih besar ke pasar. Sebagai importir minyak terbesar dunia dan konsumen kedua terbesar, China memiliki dampak signifikan terhadap permintaan global.
Sentimen positif ini telah berkontribusi pada penguatan harga minyak secara berkelanjutan. Dalam lima hari terakhir, harga minyak Brent dan WTI telah naik tanpa henti. Penyebab utamanya adalah peningkatan likuiditas yang disuntikkan ke dalam ekonomi China. Langkah-langkah ini diperkirakan akan terus mendukung permintaan minyak, sehingga mendorong harga minyak global untuk tetap tinggi. Peningkatan investasi dan konsumsi di China akan berdampak langsung pada permintaan energi, termasuk minyak mentah.
Berbagai faktor juga berperan dalam fluktuasi harga minyak global. Salah satu faktor penting adalah proyeksi penurunan produksi dan ekspor minyak dari Iran. Menurut laporan dari Goldman Sachs, produksi minyak Iran diperkirakan akan turun 300.000 barel per hari menjadi 3,25 juta barel per hari pada kuartal II tahun ini. Hal ini disebabkan oleh perubahan kebijakan dan penerapan sanksi yang lebih ketat oleh pemerintah Amerika Serikat. Sanksi ini telah membatasi kapasitas Iran untuk memproduksi dan mengekspor minyak, sehingga mengurangi pasokan global.
Penurunan pasokan minyak dari Iran dapat berdampak signifikan pada ketersediaan minyak global. Situasi ini cenderung mendorong harga minyak naik karena penurunan pasokan tersebut. Dengan adanya kurangnya pasokan dari Iran, negara-negara lain harus bekerja keras untuk memenuhi permintaan global yang terus meningkat. Proyeksi ini menunjukkan bahwa situasi geopolitik dan kebijakan internasional memiliki pengaruh besar terhadap dinamika pasar minyak global. Perubahan dalam kebijakan dan sanksi dapat mengubah arah pasar dengan cepat, mempengaruhi stabilitas harga minyak di masa mendatang.