Pasar
Investor Menunggu Rilis Data Inflasi AS, Rupiah Dibuka Lemah
2024-12-11
Jakarta, CNBC Indonesia - Pada Rabu (11/12/2024), rupiah dibuka dengan posisi lemah di hadapan dolar AS. Pergerakan rupiah ini sangat dipengaruhi oleh sentimen global. Data Refinitiv pada pukul 09:00 WIB menunjukkan bahwa rupiah dibuka turun tipis 0,06% ke posisi Rp 15.870/US$. Sebelumnya pada penutupan perdagangan Selasa kemarin, rupiah ditutup stabil di posisi Rp 15.860/US$. Saat ini, pasar menanti rilis data inflasi AS periode November 2024 malam hari ini di Indonesia. Ekonom yang disurvei oleh Dow Jones memperkirakan inflasi umum naik 0,3% setiap bulan (month-to-month/mtm) dan 2,7% setiap tahun (year-on-year/yoy). Jika hal ini benar terjadi, kemungkinan bank sentral AS (Federal Reserve/The Fed) dalam menurunkan suku bunga akan semakin kecil karena angka inflasi terus meningkat. Menurut perangkat CME FedWatch, probabilitas pasar yang memperkirakan The Fed akan kembali memangkas suku bunga acuannya masih cukup besar yaitu mencapai 8,61%. Angka ini mengalami peningkatan dari sebelumnya yang mencapai 85%. Dengan meningkatnya probabilitas pasar tersebut, pasar masih cukup optimis bahwa bank sentral Negeri Paman Sam akan kembali memangkas suku bunga acuannya pada pertemuan pekan depan. Namun, perlu diwaspadai pernyataan Ketua The Fed, Jerome Powell yang menekankan kehati-hatian mengenai pendekatan bank sentral dalam melonggarkan kebijakan moneter karena ketahanan ekonomi. Hal ini karena data tenaga kerja di AS semakin baik, membuat kemungkinan The Fed akan kembali merubah sikapnya pada pertemuan terakhir tahun 2024. Sebelumnya, inflasi AS sedikit naik pada bulan Oktober karena The Federal Reserve (The Fed) mencari petunjuk tentang penurunan suku bunga. CNBC INDONESIA RESEARCH (chd/chd)
Implikasi untuk Ekonomi Indonesia
Pertumbuhan ekonomi Indonesia sangat dipengaruhi oleh perubahan nilai rupiah. Ketika rupiah lemah, biaya impor akan lebih mahal, yang dapat mengurangi keuntungan perusahaan yang bergantung pada impor bahan baku. Namun, bagi sektor ekspor, rupiah lemah dapat meningkatkan keuntungan karena nilai ekspor akan lebih tinggi. Dalam konteks ini, pergerakan rupiah harus diobservasi dengan seksama untuk memastikan kestabilan ekonomi Indonesia.Dalam hal inflasi, angka yang terus meningkat dapat mengakibatkan kenaikan harga barang dan jasa. Ini akan berdampak pada daya beli masyarakat dan keuangan perusahaan. Jika inflasi tidak dapat dikendalikan, pemerintah mungkin perlu mengambil tindakan untuk mengurangi permintaan ekonomi melalui kebijakan moneter atau fiskal.Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pergerakan Rupiah
Salah satu faktor yang memengaruhi pergerakan rupiah adalah sentimen global. Jika dunia mengalami kondisi instabil, seperti konflik politik atau krisis ekonomi, maka investor akan lebih cenderung menghindari risiko dan menjual aset berbasis di Indonesia, termasuk rupiah. Selain itu, perubahan kebijakan moneter AS juga memiliki dampak signifikan pada pergerakan rupiah. Jika The Fed menaikkan suku bunga, maka nilai dolar AS akan naik dan rupiah akan turun. Begitu juga sebaliknya.Perspektif Ekonomis terhadap Inflasi
Inflasi adalah isu yang sangat penting bagi ekonomi. Jika inflasi terlalu tinggi, maka akan mengakibatkan penurunan nilai uang dan krisis ekonomi. Namun, jika inflasi terlalu rendah, maka akan mengakibatkan penurunan aktivitas ekonomi dan penurunan pendapatan masyarakat. Oleh karena itu, bank sentral harus mencari keseimbangan antara mengurangi inflasi dan memastikan kestabilan ekonomi. Dalam konteks ini, data inflasi AS periode November 2024 akan menjadi kunci dalam menentukan tindakan bank sentral AS di masa depan.