Pada Kamis (23/1/2025), mata uang rupiah mengalami penguatan tipis di tengah pelantikan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat dan implementasi kebijakan baru terkait Devisa Hasil Ekspor (DHE). Meskipun indeks dolar AS sedikit naik, sentimen pasar yang tidak terlalu agresif terhadap era Trump 2.0 memberikan dampak positif pada nilai tukar rupiah. Selain itu, langkah pemerintah dalam memastikan 100% devisa hasil ekspor dimasukkan kembali ke sistem keuangan domestik juga mendukung stabilitas rupiah.
Perdagangan Kamis menunjukkan bahwa rupiah ditutup di angka Rp 16.275 per dolar AS, menguat 0,03% dari penutupan sebelumnya. Sentimen positif ini dipicu oleh berbagai faktor, termasuk pelantikan presiden AS dan kebijakan ekonomi yang diterapkan. Donald Trump, dengan rencana kebijakannya yang mencampur pendekatan konservatif tradisional dengan kecenderungan populis, membawa nuansa baru bagi ekonomi global. Hal ini mendorong indeks dolar AS (DXY) untuk sedikit melunak, sehingga memberikan ruang bagi rupiah untuk menguat.
Di sisi lain, kebijakan Devisa Hasil Ekspor (DHE) yang baru juga menjadi salah satu pendorong utama penguatan rupiah. Pemerintah melalui revisi Peraturan Pemerintah Nomor 36 Tahun 2023, telah mewajibkan eksportir untuk menempatkan seluruh dolar hasil ekspornya di dalam negeri selama setahun, mulai 1 Maret 2025. Langkah ini bertujuan untuk meningkatkan pasokan dolar di dalam negeri, sehingga rupiah dapat lebih tahan terhadap tekanan eksternal. Dengan demikian, kebijakan ini diharapkan dapat memberikan booster jangka pendek bagi penguatan rupiah.
Dalam jangka pendek, kedua faktor ini akan terus mendukung performa rupiah. Sentimen pasar yang cenderung positif terhadap era Trump 2.0 dan langkah-langkah pemerintah dalam memperkuat pasokan dolar domestik diperkirakan akan memberikan momentum yang baik bagi rupiah. Ini menandakan bahwa rupiah memiliki potensi untuk tetap stabil atau bahkan menguat lebih lanjut di masa mendatang.