Pemerintah Indonesia telah mengumumkan bahwa tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) akan dinaikkan menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Meskipun kenaikan ini berlaku untuk semua jenis transaksi, baik tunai maupun non-tunai, Bank Indonesia menegaskan bahwa konsumen tidak akan dibebani tambahan PPN atas transaksi menggunakan QRIS atau pembayaran non-tunai lainnya. Selain itu, Kementerian Keuangan menyatakan bahwa dampak inflasi dari kenaikan PPN ini terbilang rendah dan tidak akan signifikan mempengaruhi daya beli masyarakat. Namun, beberapa pihak seperti pengusaha dan bankir memiliki pandangan berbeda, khawatir bahwa kenaikan PPN dapat meningkatkan harga barang dan jasa serta menekan permintaan kredit konsumer.
Perubahan tarif PPN ke 12% mencakup berbagai aspek transaksi, namun konsumen tetap dilindungi melalui beberapa aturan khusus. Bank Indonesia telah memberlakukan Merchant Discount Rate (MDR) QRIS 0% untuk transaksi hingga Rp500.000 di usaha mikro, sehingga tidak ada beban tambahan PPN bagi pelaku usaha mikro tersebut. Ini berarti bahwa biaya layanan yang dikenakan oleh penyedia jasa pembayaran kepada pedagang tidak akan membebani konsumen langsung.
Dengan kebijakan ini, Bank Indonesia berharap dapat mendukung pertumbuhan ekonomi mikro tanpa memberikan beban tambahan pada konsumen. Transaksi menggunakan QRIS atau metode pembayaran non-tunai lainnya tetap aman dari peningkatan tarif PPN. Pelaku usaha mikro juga mendapatkan dukungan melalui inisiatif ini, yang memungkinkan mereka untuk tetap kompetitif tanpa harus menaikkan harga produk atau layanan mereka. Selain itu, Bank Indonesia mendorong penggunaan teknologi digital dalam transaksi harian, yang diharapkan dapat meningkatkan efisiensi dan inklusi keuangan.
Meski Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan menegaskan bahwa kenaikan PPN tidak akan secara signifikan mempengaruhi daya beli masyarakat, sejumlah pemangku kepentingan industri memiliki perspektif yang berbeda. DJP menjelaskan bahwa inflasi saat ini berada di angka 1,6%, dengan dampak kenaikan PPN hanya sekitar 0,2%. Oleh karena itu, pemerintah optimistis bahwa inflasi akan tetap terjaga sesuai target APBN 2025.
Di sisi lain, para pengusaha dan bankir mengungkapkan kekhawatiran mereka tentang potensi dampak negatif dari kenaikan PPN. Direktur Kepatuhan PT Bank Oke Indonesia Tbk., Efdinal Alamsyah, menyoroti bahwa kenaikan PPN dapat mendorong naiknya harga barang dan jasa, yang pada gilirannya dapat menekan daya beli masyarakat dan mengurangi permintaan kredit konsumer. Hal ini bisa berdampak pada sektor properti dan kendaraan bermotor, yang sangat bergantung pada ketersediaan kredit. Executive Vice President Consumer Loan PT Bank Central Asia Tbk., Welly Yandoko, juga menambahkan bahwa penjualan properti primer di tahun 2025 mungkin menghadapi tantangan akibat kenaikan biaya bahan bangunan dan ketidakpastian ekonomi. Meski demikian, pemerintah tetap optimistis bahwa langkah-langkah antisipatif yang telah direncanakan dapat meminimalisir dampak negatif ini.