Berita
Perjalanan Sejarah Aya Sofya: Dari Gereja ke Masjid
2025-01-28

Bangunan ikonik Aya Sofya di Istanbul telah melalui berbagai transformasi sepanjang sejarahnya. Awalnya dibangun sebagai gereja Ortodoks pada abad keenam, bangunan ini kemudian menjadi katedral Katolik Roma selama pendudukan Pasukan Salib. Setelah jatuh ke tangan Kesultanan Utsmani, Aya Sofya diubah menjadi masjid. Pada tahun 1935, Republik Turki menjadikannya museum hingga pengadilan Turki memutuskan konversi tersebut ilegal dan mengembalikan statusnya menjadi masjid pada Juli 2020. Meskipun perubahannya, simbol-simbol Kristen tetap dipertahankan.

Pengaruh Arsitektur Bizantium pada Masjid Utsmani

Arsitektur unik Aya Sofya telah memberikan inspirasi besar bagi banyak masjid Utsmani. Bangunan ini menampilkan kombinasi antara elemen-elemen arsitektur Bizantium dan unsur-unsur Islam. Desainnya yang megah dengan struktur yang kokoh telah mendorong pembangunan beberapa masjid terkenal seperti Masjid Biru, Masjid Şehzade, dan Masjid Süleymaniye. Selama masa pemerintahan Kesultanan Utsmani, Aya Sofya menjadi masjid utama di Istanbul hingga pembangunan Masjid Sultan Ahmed pada awal abad ke-17.

Struktur Aya Sofya yang luar biasa tidak hanya mempengaruhi arsitektur masjid Utsmani tetapi juga mencerminkan harmoni antara dua agama. Arsitek Mimar Sinan, salah satu insinyur gempa pertama di dunia, memperkuat struktur bangunan dengan menambahkan dua menara besar di bagian barat serta membangun türbe untuk makam Selim II. Desain ini memadukan elemen-elemen tradisional Bizantium dengan sentuhan Islam, menciptakan bangunan yang benar-benar unik dan bersejarah. Selain itu, batang lilin kuno dari penaklukan Hungaria oleh Sultan Suleiman Al Kanuni ditempatkan di mihrab, menambah nilai historis bangunan tersebut.

Toleransi Agama dalam Sejarah Aya Sofya

Selama masa pemerintahan Kesultanan Utsmani, Aya Sofya menjadi simbol toleransi agama. Meskipun diubah menjadi masjid, simbol-simbol Kristen seperti gambar, mosaik, dan lonceng tetap dipertahankan, hanya ditutup dengan kain hitam. Hal ini menunjukkan sikap menghormati warisan budaya dan agama sebelumnya. Selain itu, sistem millet Utsmani mengakui keberadaan Gereja Kristen Ortodoks dan memberikan kewenangan khusus kepada agama non-Islam dalam mengatur urusan mereka sendiri.

Pada tahun 1453, Sultan Muhammad al-Fatih memerintahkan perbaikan Aya Sofya setelah menemukannya dalam kondisi rusak. Ini mencerminkan komitmen untuk melestarikan warisan budaya dan agama. Patriark Gennadius Scholarius ditetapkan sebagai pemimpin Gereja Ortodoks pertama di bawah pemerintahan Utsmani, menunjukkan pengakuan atas otoritas gereja. Selanjutnya, kedudukan patriark dipindahkan ke Gereja Rasul Suci dan kemudian ke Gereja Pammakaristos. Toleransi ini juga tercermin dalam Pondok Sultan di bagian dalam Aya Sofya, tempat sultan dapat melakukan salat tanpa diketahui jamaah lain, menunjukkan upaya untuk menjaga privasi dan ketenangan ibadah.

More Stories
see more