Pasar saham Indonesia mengalami penguatan pada perdagangan Senin, 20 Januari 2025, meskipun masih dipengaruhi oleh ketidakpastian global menjelang pelantikan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat ke-47. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatat kenaikan sebesar 0,29% hingga mencapai posisi 7.175,27. Sektor teknologi dan bahan baku menjadi penopang utama, sementara saham perbankan seperti Bank Mandiri dan BRI juga berkontribusi signifikan. Meski demikian, investor tetap waspada terhadap potensi dampak negatif dari kebijakan proteksionisme Trump terhadap ekonomi global dan domestik.
Pada sesi perdagangan pertama, sektor teknologi dan bahan baku menunjukkan performa yang kuat, dengan masing-masing naik 1,65% dan 1,05%. Saham-saham besar seperti PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk dan PT Bank Negara Indonesia juga memberikan kontribusi positif. Transaksi indeks mencapai Rp 5,9 triliun dengan volume transaksi 12,3 miliar lembar saham. Kedua sektor ini berhasil mengimbangi tekanan yang dialami pasar akibat ketidakpastian politik global.
Berbagai faktor mendukung kinerja sektor ini. Sejak awal tahun 2025, sektor teknologi telah menunjukkan tanda-tanda pemulihan setelah periode lesu. Investor melihat potensi pertumbuhan jangka panjang dalam teknologi digital, yang diperkirakan akan terus berkembang. Sementara itu, sektor perbankan mendapatkan dorongan dari stabilitas ekonomi domestik dan harapan bahwa bank-bank besar akan memperkuat posisinya di pasar. Namun, investor tetap harus berhati-hati karena sentimen global masih tidak stabil.
Meski IHSG menguat, pasar tetap cemas terhadap potensi dampak dari kebijakan baru pemerintahan Trump. Pelantikan Trump untuk masa jabatan kedua diharapkan dapat membawa kepastian, namun ada kekhawatiran bahwa era Trump 2.0 akan membawa lebih banyak ketidakpastian. Analis memperingatkan bahwa kebijakan proteksionisme bisa memicu arus modal keluar dan melemahkan rupiah. Ini mengingatkan pada pola serupa saat pelantikan pertama Trump pada 2017, ketika IHSG melemah karena sentimen negatif terhadap kebijakan proteksionisme.
Kebijakan pro-dalam negeri Trump dikhawatirkan akan meningkatkan inflasi AS, sehingga The Fed kesulitan memangkas suku bunga secara signifikan. Selain itu, ancaman peningkatan tarif perdagangan terhadap China bisa mempengaruhi ekonomi Asia, termasuk Indonesia. Para analis menyoroti risiko utama seperti tekanan nilai tukar rupiah, potensi arus modal keluar, dan ketidakpastian pasar keuangan. Meski demikian, ada harapan bahwa laporan laba perusahaan yang positif dan penguatan ekonomi domestik dapat memberikan dukungan bagi pasar Indonesia.