Pada masa perlawanan adik ipar Pangeran Diponegoro, Belanda dipaksa untuk menambah jumlah pasukan di wilayah Blora. Situasi ini mendorong Komisaris Pemerintah Kolonial untuk Yogyakarta dan Residen Surakarta, Baron Huibert Gerard Nahuys van Burgst, melakukan langkah-langkah strategis untuk menghadapi situasi yang semakin mendesak. Belanda mempersiapkan serangkaian tindakan dengan membawa tambahan personel militer serta mempersenjatai para pemimpin desa setempat. Peristiwa ini mencerminkan upaya kolonial Belanda dalam menjaga kontrol atas daerah tersebut.
Dalam suasana musim gugur yang penuh ketegangan, Baron Huibert Gerard Nahuys van Burgst, seorang pejabat tinggi Belanda, langsung menuju Ngawi untuk memantau situasi genting di Blora. Dia membawa rombongan yang terdiri dari satu perwira Eropa, dua letnan asli, 62 prajurit bersenjata senapan, 29 prajurit bertombak, 24 kavaleri bersenjata lembing, serta beberapa personel pendukung lainnya. Selain itu, 14 kepala desa juga diberikan senjata oleh Belanda sebagai bentuk dukungan.
Untuk meredam ancaman serangan, Nahuys mengatur strategi pertahanan yang melibatkan berbagai pasukan. Salah satu taktik yang digunakan adalah memerintahkan Letnan PH Marnitz untuk menyerahkan komando Wonorejo kepada Sersan Prekses dan kemudian bergerak ke Rajekwesi. Tindakan ini berhasil mengalihkan perhatian musuh, sehingga benteng Ngawi menjadi aman. Namun, pada 11 Desember 1827, Nahuys mengalami kekalahan memalukan di antara Panolan dan Padangan. Kekalahan ini disebabkan oleh rasa panik yang melanda pasukan berkuda Madiun.
Berbeda dengan sikap Nahuys, Bupati Wedana dan para bupati Monconegoro Yogyakarta tidak ikut serta dalam penaklukan habis-habisan ini. Sikap mereka menunjukkan adanya perbedaan pandangan dalam menghadapi perlawanan lokal.
Sebagai seorang jurnalis, laporan ini memberikan gambaran tentang dinamika politik dan militer yang rumit selama masa perlawanan. Peristiwa ini menunjukkan bahwa dalam konflik, strategi dan koordinasi sangat penting. Keputusan yang tepat dapat mempengaruhi hasil pertempuran, sementara kepanikan dan kurangnya persiapan dapat menyebabkan kekalahan. Ini mengingatkan kita akan pentingnya persiapan dan kerja sama dalam menghadapi tantangan apa pun.