Dalam perkembangan ekonomi digital yang pesat, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid mengungkapkan bahwa transformasi digital di Indonesia berpotensi menciptakan nilai ekonomi hingga US$ 360 miliar pada tahun 2030. Nilai ini setara dengan sepertiga dari total ekonomi digital di ASEAN. Transformasi ini tidak hanya mendukung tujuan Indonesia Emas 2045 tetapi juga memperkuat posisi negara sebagai pemain utama di Asia Tenggara. Ekonomi digital Indonesia telah menunjukkan pertumbuhan signifikan, dengan transaksi digital mencapai US$ 90 miliar pada 2024, menjadi yang terbesar di kawasan Asia Tenggara. Sektor e-commerce tumbuh sebesar 11% dengan nilai transaksi US$ 65 miliar, didorong oleh inovasi seperti video commerce. Pembangunan infrastruktur digital, pengembangan talenta digital, dan tata kelola yang adaptif menjadi pilar utama untuk percepatan potensi ekonomi digital nasional.
Di tengah-tengah musim perubahan teknologi yang cepat, Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid menyatakan bahwa Indonesia berpotensi meraih nilai ekonomi hingga US$ 360 miliar dari transformasi digital pada tahun 2030. Angka tersebut setara dengan sepertiga dari total ekonomi digital di kawasan ASEAN. Hal ini dapat membantu mewujudkan visi Indonesia Emas 2045, terlebih lagi dengan tren positif ekonomi digital yang sedang berkembang pesat di Tanah Air.
Pada tahun 2024, transaksi digital di Indonesia mencapai US$ 90 miliar, menjadikannya yang terbesar di Asia Tenggara. Sektor e-commerce tumbuh sebesar 11%, dengan nilai transaksi mencapai US$ 65 miliar. Inovasi seperti video commerce menjadi faktor utama dalam pertumbuhan ini. Untuk mempercepat transformasi digital yang inklusif dan berdaulat, Meutya berkomitmen untuk membangun infrastruktur digital yang merata, meliputi akses dan peningkatan kecepatan internet di seluruh Indonesia. Selain itu, pengembangan talenta digital ditargetkan sebanyak 9 juta pada 2030 melalui program beasiswa Digital Talent Scholarship. Tata kelola ekosistem digital juga akan ditingkatkan untuk menciptakan ruang digital yang aman dan berkelanjutan.
Direktur Jenderal Aplikasi Informatika Kementerian Komunikasi dan Informatika, Hokky Situngkir, menambahkan bahwa penetrasi internet di Indonesia telah mencapai 79%, jauh lebih tinggi dibandingkan rata-rata global 66%. Rata-rata waktu penggunaan layar (screen time) mencapai 8-9 jam per hari, menunjukkan bahwa sepertiga hidup masyarakat Indonesia sudah dihabiskan di depan layar. Ini menjadi peluang besar untuk mendorong ekonomi digital, didukung oleh jumlah penduduk dan budaya masyarakat yang unik dan beragam.
Menghadapi tantangan global seperti gejolak geopolitik dan fragmentasi ekonomi, kolaborasi lintas sektor dan inovasi digital menjadi kunci untuk memaksimalkan potensi ekonomi digital Indonesia. Dengan implementasi Digital Economy Framework Agreement (DEFA), nilai ekonomi digital di ASEAN pada 2030 diperkirakan mencapai US$ 2 triliun, meningkat dari proyeksi awal US$ 1 triliun.
Berkaca pada potensi besar ini, para ahli menyerukan pentingnya peran civitas akademika dalam pengembangan ekonomi digital. Universitas memiliki peran strategis dalam membangun ekosistem digital lokal dan nasional, melalui kolaborasi antara akademisi, pemerintah, dan dunia usaha. Meskipun tantangan global harus diwaspadai, kolaborasi dan inovasi digital memberikan optimisme bahwa Indonesia akan menjadi salah satu pemain utama di Asia Tenggara.
Sebagai seorang jurnalis, saya melihat bahwa transformasi digital bukan hanya sebuah tren tetapi juga peluang besar bagi Indonesia untuk maju. Potensi ekonomi digital yang luar biasa ini menunjukkan bahwa dengan persiapan yang matang dan kolaborasi lintas sektor, Indonesia dapat merealisasikan tujuan-tujuannya secara efektif. Budaya masyarakat yang unik dan beragam juga menjadi aset yang tak ternilai dalam membangun ekosistem digital yang kuat dan berkelanjutan.