Dalam sejarah penemuan makam kuno Mesir, telah beredar mitos tentang kutukan yang mengancam siapa pun yang mengganggu istirahat terakhir para raja. Kutukan ini diduga menyebabkan kematian puluhan orang setelah mereka membuka makam-makam tersebut. Salah satu contoh paling terkenal adalah Lord Carnarvon, yang meninggal tak lama setelah membuka makam Tutankhamun pada tahun 1923. Namun, seorang ahli arkeologi ternama telah memberikan penjelasan ilmiah bahwa kutukan ini sebenarnya berkaitan dengan faktor biologis, bukan sihir.
Pada suatu hari di musim gugur yang penuh misteri di Kairo, Zahi Hawass, mantan menteri negara urusan barang antik Mesir, membongkar rahasia di balik kutukan firaun. Menurutnya, apa yang disebut kutukan ini sebenarnya adalah dampak dari mikroorganisme yang hidup dalam makam-makam kuno. Hawass menjelaskan bahwa ketika mumi ditempatkan di dalam makam, mikroorganisme ini terbentuk dan bertahan selama ribuan tahun. Ketika makam dibuka, arkeolog yang tidak berhati-hati dapat terpapar oleh mikroorganisme ini, menyebabkan penyakit atau bahkan kematian.
Hawass juga berbagi pengalamannya saat menemukan sebuah sarkofagus tertutup yang terpendam 60 kaki di bawah tanah. Dengan berat mencapai 25 ton, proses pembukaan sarkofagus ini membutuhkan kehati-hatian ekstra. Setelah tutupan berat enam ton berhasil dibuka, Hawass memastikan udara segar masuk ke dalam makam sebelum melakukan pengecekan lebih lanjut. Ini menjadi bukti nyata bahwa pemahaman modern tentang kutukan firaun harus didasarkan pada pengetahuan ilmiah, bukan spekulasi.
Selain itu, Hawass juga mengklarifikasi bahwa spekulasi tentang kutukan firaun sering kali dipicu oleh kurangnya informasi akurat. Misalnya, ketika makam Tutankhamun ditemukan, hak eksklusif diberikan kepada surat kabar tertentu, sehingga wartawan lain cenderung menyebarkan spekulasi untuk mendapatkan perhatian publik. Hal ini menunjukkan pentingnya memverifikasi informasi sebelum menyebarkannya.
Berdasarkan penjelasan Hawass, kita diajak untuk melihat fenomena kutukan firaun dari perspektif ilmiah dan rasional. Kutukan ini bukanlah hal magis, tetapi hasil dari interaksi manusia dengan lingkungan kuno yang belum sepenuhnya dipahami. Pengetahuan ini mengajarkan kita untuk selalu mencari penjelasan logis di balik fenomena-fenomena misterius dan menghindari penyebaran informasi yang belum terverifikasi.