Cadangan devisa Indonesia mencatatkan rekor tertinggi sepanjang sejarah pada Desember 2024, mencapai US$ 155,72 miliar. Lonjakan ini didorong oleh berbagai faktor ekonomi domestik dan global. Ekonom Bank Danamon menekankan bahwa pertumbuhan cadangan devisa akan terus berlanjut, meskipun nilai tukar rupiah terhadap dolar AS masih dipengaruhi oleh dinamika pasar global dan kebijakan moneter AS.
Pada akhir tahun 2024, cadangan devisa Indonesia mencapai puncak tertingginya dengan nilai US$ 155,72 miliar. Peningkatan ini mencerminkan upaya Bank Indonesia untuk memperkuat komposisi mata uang asing dalam cadangan devisa. Pertumbuhan ini juga didukung oleh penerimaan pajak dan jasa, penarikan pinjaman luar negeri, serta arus masuk devisa dari sektor minyak dan gas. Hal ini menunjukkan keberhasilan dalam mengelola sumber daya ekonomi nasional untuk mendukung stabilitas ekonomi.
Cadangan devisa yang tinggi memberikan manfaat signifikan bagi ekonomi Indonesia. Ini tidak hanya membantu dalam menjaga stabilitas nilai tukar rupiah tetapi juga memperkuat posisi negara dalam menghadapi risiko eksternal. Ekonom Bank Danamon menambahkan bahwa penerbitan obligasi global baru oleh pemerintah senilai hingga US$ 1,75 miliar pada Januari 2025 diperkirakan akan semakin meningkatkan cadangan devisa. Meskipun demikian, pergerakan kurs rupiah masih akan dipengaruhi oleh faktor-faktor global seperti indeks dolar AS dan kebijakan moneter AS.
Meskipun cadangan devisa Indonesia mencapai rekor tertinggi, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS belum tentu akan mengalami penguatan. Pergerakan kurs rupiah dipengaruhi oleh berbagai faktor global, termasuk penguatan indeks dolar AS (DXY) dan kebijakan ekonomi AS. Kebijakan moneter AS dan transisi kepemimpinan di AS, khususnya dengan kembalinya kebijakan ekonomi pemerintahan Trump 2.0, memiliki dampak signifikan terhadap nilai tukar rupiah.
Kebijakan pemerintah China yang membiarkan yuan melemah secara terkontrol juga turut mempengaruhi dinamika pasar. Sejarah menunjukkan bahwa fenomena serupa dapat terjadi lagi, dengan yuan melemah sekitar 6% selama periode 2016-2018 akibat tarif impor yang diterapkan oleh Trump. Rupiah juga turut terdepresiasi pada periode tersebut. Oleh karena itu, BI kemungkinan besar akan tetap menjaga suku bunga di level yang cukup tinggi, sekitar 6%, dengan penurunan yang terbatas, mungkin ke 5,75%. Ekonom memperkirakan bahwa pergerakan rupiah akan berada dalam kisaran Rp 16.000 hingga Rp 16.400 terhadap USD, tergantung pada situasi pasar global dan respons BI terhadap kebijakan moneter AS.