Pasar
Rupiah Terdepresiasi, Dolar Mencapai Rp16.018 di Jakarta
2024-12-16
Di Jakarta, CNBC Indonesia telah mengungkapkan bahwa rupiah mengalami depresiasi terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Ini terjadi bersamaan dengan peningkatan data ekonomi AS dan kenaikan imbal hasil US Treasury tenor 10 tahun.
Kenali Hubungan Rupiah dan Dolar AS
Rupiah Terdepresiasi
Dilansir dari Refinitiv, rupiah turun 0,18% sekitar pukul 09:20 WIB di angka Rp16.018/US$ pada hari ini, Senin (16/12/2024). Posisi ini sama dengan penutupan perdagangan kemarin (13/12/2024) yang melemah 0,44%. Ini merupakan salah satu posisi terendah sejak 7 Agustus 2024 atau sekitar empat bulan terakhir. Hal ini terjadi ketika indeks dolar AS (DXY) turun 0,18% di angka 106,81, yang lebih rendah daripada penutupan sebelumnya di angka 107.Rupiah terdepresiasi ini tidak hanya mengakibatkan perubahan nilai tukar, tetapi juga memiliki dampak pada berbagai sektor ekonomi. Misalnya, impor barang dan jasa menjadi lebih mahal, sementara ekspor menjadi lebih sulit untuk bersaing di pasar internasional.Indeks Dolar AS (DXY)
Indeks dolar AS (DXY) tampak turun 0,18% di angka 106,81. Ini menunjukkan bahwa dolar AS mengalami penurunan nilai di pasaran global. Hal ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kondisi ekonomi AS sendiri, politik internasional, dan perubahan kepercayaan pasar.DXY memiliki peran penting dalam mengukur nilai dolar AS di pasaran global. Ketika DXY turun, artinya dolar AS menjadi lebih lemah dibandingkan dengan mata uang lain. Ini dapat mempengaruhi ekspor dan impor negara, serta pergerakan investasi asing.Data Inflasi Produsen (IHP) AS
Data inflasi produsen (IHP) AS yang di atas ekspektasi juga menjadi pendorong pelemahan rupiah belakangan ini. IHP Negeri Paman Sam pada bulan lalu tercatat tumbuh mencapai 3% year on year/yoy pada November, lebih tinggi dari Oktober lalu yang tumbuh 2,6%. Angka ini juga lebih tinggi dari ekspektasi pasar sebesar 2,6%.Sedangkan secara bulanan (month-to-month/mtm), IHP Negeri Paman Sam tumbuh mencapai 0,4%, lebih tinggi dari Oktober lalu sebesar 0,3% dan juga lebih tinggi dari perkiraan pasar sebesar 0,2%. Inflasi produsen adalah indikator penting dalam mengukur tingkat kenaikan harga barang dan jasa di sektor produksi. Tingginya IHP dapat mengindikasikan adanya tekanan inflasi yang dapat mempengaruhi kebijakan moneter dan fiskal.