Dalam sebuah keputusan yang mengejutkan, Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) telah menjatuhkan sanksi keras terhadap Komisi Pemilihan Umum (KPU) di Provinsi Papua. Keputusan ini mengungkap adanya pelanggaran kode etik dan pedoman perilaku dalam proses pemilihan. Sanksi ini mencakup peringatan keras bagi sejumlah pihak yang terlibat. Pengamat kepemiluan Marianus Yaung menyambut positif keputusan ini, menegaskan bahwa hal ini menjadi pembelajaran penting bagi KPU Papua dan masyarakat setempat.
Pada hari Jumat, 24 Januari 2025, Majelis Hakim DKPP, dipimpin oleh Dr Dewi Pattalolo, membacakan putusan yang memberikan sanksi kepada KPU Papua. Putusan ini disampaikan setelah ditemukan bukti penggunaan dokumen administrasi calon yang tidak sah dan diduga palsu. Dokumen tersebut termasuk Surat Keterangan Tidak Sedang Dicabut Hak Pilihnya dan Surat Keterangan Tidak Pernah Sebagai Terpidana, atau lebih dikenal sebagai Suket 539 dan 540.
Keputusan ini memperkuat klaim bahwa pasangan calon Wakil Gubernur Papua dari nomor urut 1, BTM-YB, telah menggunakan dokumen persyaratan yang tidak benar. Pengadilan Negeri Jayapura bahkan telah menyampaikan klarifikasi tertulis pada 22 September 2024, menyatakan bahwa Suket 539 dan 540 tersebut tidak pernah dikeluarkan kepada Yermias Bisai dan terdaftar atas nama Semuel Fritsko Jenggu.
KPU Papua juga dituduh melakukan pelanggaran peraturan dengan menerima dokumen baru milik Yermias Bisai pada 20 September 2024, di luar jadwal yang ditentukan. Hal ini menunjukkan bahwa pelanggaran terjadi secara sistematis dan terbuka, mengejutkan banyak pihak, termasuk mantan Komisioner KPU Kota Jayapura, Marianus Yaung.
Menurut Yaung, fakta-fakta yang terungkap menunjukkan bahwa pelanggaran ini sangat serius dan tidak biasa. Ia menekankan bahwa pelanggaran seperti ini tidak hanya merusak integritas pemilu tetapi juga menyesatkan masyarakat dengan informasi yang salah.
Putusan DKPP ini diharapkan dapat menjadi pelajaran berharga bagi penyelenggara pemilu dan masyarakat luas. Penting bagi semua pihak untuk memastikan bahwa proses pemilu berlangsung dengan transparansi dan akuntabilitas tinggi, sehingga kepercayaan publik terhadap demokrasi dapat terjaga.