Pasar saham di kawasan Asia mengalami fluktuasi yang signifikan menjelang libur Natal pada hari Selasa, 24 Desember 2024. Beberapa pasar menunjukkan penguatan sementara yang lain melemah. Indeks saham Australia, China, dan Hong Kong memulai perdagangan dengan peningkatan, didorong oleh berbagai faktor ekonomi dan kebijakan moneter. Di sisi lain, Korea Selatan dan Jepang mengalami pelemahan karena data ekonomi yang kurang menggembirakan.
Di Australia, indeks ASX 200 mendapatkan momentum dari risalah rapat Reserve Bank of Australia (RBA). RBA menilai bahwa risiko inflasi telah berkurang, namun risiko penurunan ekonomi meningkat. Bank sentral ini telah mengubah kebijakannya menjadi dovish, mempertahankan suku bunga tetapi membuka peluang untuk penurunan di tahun 2025. Investor memperkirakan kemungkinan pelonggaran kebijakan sebesar 55% pada bulan Februari dan penurunan suku bunga sepenuhnya pada April. Sektor teknologi juga berkontribusi dalam penguatan indeks ASX 200.
Di China, Shanghai Index terus menguat setelah Bank Rakyat China (PBoC) mempertahankan suku bunga acuan pinjaman satu tahun pada 3,1% dan LPR lima tahun pada 3,6%. Suku bunga ini berpengaruh besar terhadap pinjaman korporasi dan rumah tangga. Pemertahan suku bunga ini memberikan kepastian bagi investor dan bisnis, mendorong optimisme di pasar. Kenaikan ini mencerminkan stabilitas keuangan yang dicoba dipertahankan oleh otoritas moneter China.
KOSPI Index di Korea Selatan dan Nikkei 225 Index di Jepang mengalami pelemahan pada awal perdagangan. Data sentimen konsumen Korea Selatan jatuh ke level terendah dalam dua tahun, menyebabkan beberapa saham turun. Selain itu, mata uang Won melemah dan imbal hasil obligasi acuan naik. Situasi ini mencerminkan ketidakpastian ekonomi dan perubahan perilaku konsumen menjelang akhir tahun.
Di Jepang, pelemahan Nikkei 225 Index disebabkan oleh rendahnya volume perdagangan dan ketidakpastian global. Meskipun tidak ada peristiwa ekonomi utama yang dilaporkan, kondisi pasar secara umum dipengaruhi oleh ekspektasi ekonomi global dan sentimen investor. Pergerakan ini menunjukkan bahwa pasar masih sensitif terhadap berita ekonomi dan kebijakan moneter dari bank-bank sentral. Pelemahan ini juga mencerminkan perlunya pemulihan ekonomi yang lebih kuat di kedua negara tersebut.