Dalam laporan keuangan terbaru, PT Bank Central Asia Tbk. (BCA) mencatat peningkatan rasio pinjaman terhadap simpanan (LDR) hingga 78,4% pada tahun 2024. Angka ini berada tepat di atas batas minimum Giro Wajib Minimum LDR Bank Indonesia sebesar 78%-92%. Ini menandakan bahwa BCA telah memenuhi kriteria likuiditas yang ditetapkan oleh BI setelah dua tahun berturut-turut berada di bawah standar tersebut. Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja, menjelaskan bahwa kondisi likuiditas bank sangat penting untuk menjaga stabilitas perbankan. Meski LDR meningkat, bank masih mampu mengelola likuiditas dengan baik.
Pada tahun 2024, PT Bank Central Asia Tbk. (BCA) mencatat rasio pinjaman terhadap simpanan (LDR) sebesar 78,4%, naik dari 65,2% pada tahun 2022 dan 70,2% pada tahun 2023. Angka ini mencerminkan upaya BCA untuk memperluas aktivitas kredit sambil tetap menjaga likuiditas. Menurut Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja, LDR yang tinggi menunjukkan ketatnya kondisi perbankan, sedangkan LDR yang rendah menunjukkan likuiditas yang terjaga. Dengan LDR saat ini, BCA dapat merespons permintaan kredit yang tiba-tiba atau penarikan dana besar oleh nasabah tanpa masalah.
Jahja juga menekankan pentingnya likuiditas dalam industri perbankan. "Likuiditas adalah raja, bahkan ada yang bilang likuiditas dekat dengan tuhan," katanya. Ia menjelaskan bahwa bank dengan LDR rendah belum tentu over liquid, namun memiliki ruang untuk mendukung kebutuhan pemerintah melalui investasi dalam surat-surat berharga negara seperti Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) atau Surat Berharga Negara Ritel (SBN ORI). Hal ini membantu memenuhi kebutuhan pendanaan pemerintah dan mendukung APBN.
Selain itu, laporan keuangan BCA tahun buku 2024 menunjukkan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) hanya 2,9% secara tahunan menjadi Rp1.134 triliun, sementara pertumbuhan kredit mencapai 13,8% menjadi Rp922 triliun. Jahja mengakui tantangan lain terkait biaya pendanaan atau cost of fund, di mana suku bunga deposito belum bisa diturunkan meskipun BI Rate telah dipangkas dua kali. Ini disebabkan oleh suku bunga surat berharga negara yang masih tinggi, sehingga opsi ini lebih menarik bagi masyarakat.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), LDR industri perbankan pada November 2024 mencapai 87,34%, mendekati level 90%. Bank-bank dengan LDR di atas 90% harus ekstra hati-hati dalam mengelola likuiditas. Trioksa Siahaan dari Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI) menambahkan bahwa fenomena rebutan dana antara pemerintah dan perbankan tidak bisa dihindari, terutama dengan adanya utang pemerintah yang akan jatuh tempo sebesar Rp800 triliun. Oleh karena itu, bank perlu menahan bunga simpanan sementara waktu untuk menjaga likuiditas.
Dengan demikian, bank yang memiliki likuiditas berlebih dapat memilih untuk menahan ekspansi kredit atau menempatkan dana di instrumen pemerintah, yang tetap produktif dan mendukung kebutuhan negara.
Dari perspektif pembaca, artikel ini memberikan pemahaman mendalam tentang bagaimana BCA dan bank-bank lain di Indonesia mengelola likuiditas mereka di tengah tantangan ekonomi. Pentingnya likuiditas dalam menjaga stabilitas perbankan dan mendukung kebutuhan pemerintah menjadi pelajaran berharga. Sebagai konsumen, kita perlu memahami bahwa keputusan bank dalam mengelola dana dan kredit bukan hanya untuk keuntungan sendiri, tetapi juga untuk mendukung pertumbuhan ekonomi nasional secara keseluruhan.