Sejak pertengahan tahun 2024, daya beli masyarakat di Indonesia mengalami penurunan yang signifikan. Indikator ekonomi menunjukkan deflasi berkelanjutan selama lima bulan berturut-turut, penurunan penjualan mobil, serta penggunaan tabungan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Selain itu, aktivitas manufaktur juga terpengaruh dengan PMI Manufaktur yang turun selama lima bulan berturut-turut. Dalam situasi ini, layanan pay later menjadi alternatif pembiayaan bagi masyarakat yang menghadapi tantangan ekonomi.
Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK), total utang masyarakat melalui layanan pay later mencapai Rp 30,36 triliun pada November 2024, meningkat dari Rp 29,66 triliun di bulan sebelumnya. Direktur Ekonomi Center of Economic and Law Studies (CELIOS) Nailul Huda menjelaskan bahwa pay later menjadi solusi mudah bagi masyarakat untuk mendapatkan dana dalam kondisi ekonomi sulit. Generasi muda, yang banyak mengemban beban finansial dari orang tua mereka, sering memilih pay later sebagai pilihan pembiayaan karena akses perbankan yang terbatas.
Layanan pay later tidak hanya membantu generasi muda, tetapi juga masyarakat yang belum memiliki akses perbankan atau underbanked. Meskipun demikian, ada potensi risiko gagal bayar yang meningkat seiring dengan pola konsumsi seperti ini. Data menunjukkan bahwa kredit macet di layanan pay later mencapai 3,21% pada November 2025, meskipun angka ini telah menurun dari 6,66% di September 2023. Penurunan ini disebabkan oleh perbaikan kualitas portofolio kredit dan akuisisi kredit di sektor fintech serta partisipasi bank besar dalam layanan ini.
Data Pefindo Biro Kredit (IdScore) menunjukkan bahwa layanan pay later banyak digunakan untuk pembelian produk sekunder, seperti transaksi menggunakan QRIS, pembelian di e-commerce, tiket perjalanan, dan pembelian langsung di toko. Direktur Utama IdScore Tan Glant Saputrahadi menyatakan bahwa kebanyakan penggunaan pay later saat ini adalah untuk kebutuhan sekunder atau gaya hidup.
Dengan adanya layanan pay later, masyarakat dapat memenuhi kebutuhan dan gaya hidup mereka meskipun daya beli sedang melemah. Namun, penting untuk memperhatikan risiko gagal bayar dan dampak negatif lainnya yang mungkin timbul dari penggunaan layanan ini. Bank-bank besar seperti BCA, Mandiri, dan CIMB Niaga juga telah atau akan meluncurkan layanan pay later, memberikan lebih banyak pilihan bagi konsumen.