Pasar
Nilai Tukar Rupiah di Hadapan Dolar AS
2024-12-19
Jakarta, CNBC Indonesia – Pada penutupan perdagangan Kamis (19/12/2024), nilai tukar rupiah mengalami pelemahan yang mencapai lebih dari 1%. Melansir data Refinitiv, pada hari ini (19/12/2024), rupiah anjlok hingga 1.24% ke level Rp16.285/US$. Pelemahan lebih dari 1% ini merupakan yang terdalam sejak 7 Oktober 2024 sebelumnya sebesar 1,26%. Selama sehari penuh, rupiah telah melemah secara signifikan.

Hubungan dengan Indeks Dolar AS (DXY)

Selain nilai tukar rupiah, Indeks Dolar AS (DXY) juga mengalami perubahan. Seiring dengan pelemahan rupiah hari ini (18/12/2024), DXY melemah sebesar 0.02% tepat pukul 15.00 di posisi 108.004. Pelemahan rupiah tidak terlepas dari sentimen global yang didominasi oleh kebijakan suku bunga The Federal Reserve (The Fed) dan lonjakan indeks dolar AS (DXY). Pada perdagangan sebelumnya, DXY melesat 1% ke posisi 108,03, tertinggi sejak November 2022, akibat ekspektasi pasar terhadap kebijakan suku bunga AS yang lebih konservatif.

Faktor-faktor yang Menyebabkan Pelemahan

- **Kebijakan Suku Bunga The Fed**: The Fed dalam pernyataan terbarunya menyebutkan bahwa pemangkasan suku bunga acuan (Fed Funds Rate) pada 2025 kemungkinan hanya akan terjadi dua kali, lebih rendah dari proyeksi September yang mencapai 100 basis poin (bps). Hal ini diperkuat oleh pernyataan Ketua The Fed, Jerome Powell, yang menegaskan perlunya kehati-hatian dalam penyesuaian kebijakan moneter. Ekspektasi ini memicu penguatan dolar AS dan memberi tekanan pada mata uang negara berkembang, termasuk rupiah.- **Inflasi AS**: Data terbaru menunjukkan Indeks Harga Produsen (IHP) AS pada November naik 3% secara tahunan (yoy), sementara Indeks Harga Konsumen (IHK) mencapai 2,7% yoy. Angka ini lebih tinggi dari perkiraan pasar dan memicu kekhawatiran akan kenaikan suku bunga lebih lanjut jika inflasi terus menjauhi target 2% yang ditetapkan The Fed. Kenaikan biaya produksi dapat diteruskan ke konsumen, mendorong inflasi lebih tinggi dan memicu penguatan dolar.- **Imbal Hasil Surat Utang US Treasury**: Lonjakan imbal hasil surat utang US Treasury turut memperburuk posisi rupiah. Imbal hasil US Treasury tenor dua tahun naik ke 4,355%, tenor lima tahun ke 4,383%, dan tenor 10 tahun ke 4,498%. Kenaikan ini semakin menarik minat investor global terhadap aset dolar AS, sementara mata uang negara berkembang, termasuk rupiah, mengalami tekanan jual.

Implikasi bagi Investor

Menurut Kepala Ekonom Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, pelemahan rupiah sejalan dengan ekspektasi pasar yang kecewa dengan proyeksi penurunan suku bunga The Fed yang lebih kecil. “Ekspektasi pasar semula cukup tinggi, tetapi ternyata The Fed lebih berhati-hati, sehingga wajar jika rupiah melemah,” ujar Myrdal. Selain itu, senior Ekonom BCA Barra Kukuh Mamia juga mengindikasikan bahwa pasar menunjukkan sikap sangat risk-off setelah hasil FOMC terbaru. Meskipun ada pemangkasan, hasil tersebut dinilai agresif, yang mendorong pelaku pasar mencari aset aman seperti USD dan menyebabkan kenaikan imbal hasil obligasi (yields).Data Bank Indonesia menunjukkan sejak pekan kedua Oktober hingga awal Desember 2024, arus modal asing keluar tercatat mencapai Rp47 triliun. Ini menunjukkan adanya perubahan perilaku investor asing di pasar saham Indonesia dan SBN.Ke depan, pasar akan terus mencermati langkah Bank Indonesia dalam menjaga stabilitas nilai tukar dan meredam volatilitas pasar keuangan domestik.CNBC INDONESIA RESEARCH(mkh/mkh)Saksikan video di bawah ini:Video: IHSG Ambruk Hingga Rupiah Nyaris Tembus Rp 16.000/USDNext ArticleBreaking! Rupiah Menguat, Dolar Turun ke Rp 15.720
More Stories
see more