Seiring dengan penguatan Indeks Dolar AS (DXY) sebesar 0,06%, rupiah mengalami tekanan berat pada penutupan pasar sore ini. Pada pukul 15.00, DXY berada di posisi 108,19, yang menjadi faktor utama dalam lesunya performa rupiah. Selain itu, sentimen global juga berperan penting dalam mempengaruhi pergerakan mata uang Indonesia.
Data klaim pengangguran di Amerika Serikat (AS) yang meningkat hingga 1,91 juta menandakan sedikit pelambatan di pasar tenaga kerja AS. Meskipun demikian, ekonomi Negeri Paman Sam tetap kuat dengan pertumbuhan PDB yang diproyeksikan mencapai hampir 3% pada 2024. Hal ini mempertahankan dominasi dolar AS di pasar global dan memberikan tekanan tambahan pada rupiah.
Ketegangan geopolitik di Timur Tengah dan Asia Selatan turut berkontribusi pada ketidakstabilan pasar keuangan. Serangan udara Pakistan ke Afghanistan yang menimbulkan korban sipil telah memicu kekhawatiran tentang risiko geopolitik di kawasan tersebut. Konflik ini dapat memiliki dampak lanjutan terhadap aliran dana ke negara-negara berkembang seperti Indonesia.
Kondisi ini memperburuk situasi pasar yang sudah cenderung sepi karena libur panjang Natal dan Tahun Baru (Nataru). Aktivitas perdagangan terbatas akibat rendahnya volume transaksi, sehingga menyebabkan fluktuasi yang lebih besar pada nilai tukar rupiah.
Di sisi domestik, pelemahan daya beli masyarakat akibat kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan beban ekonomi lainnya turut membayangi potensi konsumsi akhir tahun. Ekonom Senior KB Valbury Sekuritas, Fikri Permana, menjelaskan bahwa hal ini membatasi aliran dana yang dapat menopang rupiah. Meski ada harapan peningkatan sektor konsumsi dan pariwisata selama libur Nataru, dampaknya dinilai tidak cukup signifikan untuk mengimbangi tekanan pada sektor lainnya.
Bank Indonesia memperkirakan perputaran uang tunai selama periode ini mencapai Rp133,7 triliun, naik 2,56% dari tahun sebelumnya. Namun, peningkatan ini belum mampu memberikan sentimen positif yang kuat terhadap rupiah. Pelaku pasar akan terus mencermati sentimen global lainnya, termasuk kebijakan moneter The Fed dan perkembangan geopolitik internasional, untuk menentukan arah pergerakan rupiah di awal tahun 2025.