Polda Metro Jaya baru-baru ini berhasil membongkar kasus penipuan arisan bodong yang menggunakan skema Ponzi melalui grup WhatsApp. Modus operandi ini menjanjikan keuntungan tinggi hingga 70% dalam waktu singkat, menjerat sebanyak 85 korban. Satu tersangka berinisial SFM (21) telah ditangkap dan diduga sebagai admin grup tersebut. Pelaku memanfaatkan istilah dana pinjaman (dapin) dengan sistem slot untuk mendapatkan kepercayaan para investor. Dalam operasinya, pelaku meraup keuntungan pribadi dari dana investasi yang dikumpulkan tanpa izin resmi dari instansi terkait.
Pada Sabtu (18/1/2024), Polda Metro Jaya mengumumkan penangkapan tersangka SFM (21) yang menjadi otak di balik penipuan arisan bodong melalui grup WhatsApp bernama Gu Arisan BYBIYU. Di bawah pengawasan Kombes Ade Ary Syam, polisi menemukan bahwa SFM berperan sebagai admin grup dan menawarkan skema investasi dengan janji keuntungan fantastis dalam tempo singkat.
Dalam skema ini, SFM menjanjikan pengembalian dana dengan keuntungan hingga 70% dalam waktu 10 hari. Misalnya, investasi Rp 1 juta akan menjadi Rp 1,4 juta dalam kurun waktu tersebut. Namun, ternyata keuntungan tersebut hanya berasal dari uang member baru, bukan dari hasil bisnis yang dijalankan. Skema Ponzi ini membuat korban awal mendapat keuntungan, tetapi member terakhir tidak pernah menerima apa-apa.
Kabid Humas Polda Metro Jaya menyebut ada 425 anggota yang bergabung dalam grup tersebut, dengan 85 di antaranya menjadi korban. Pelaku rata-rata meraup keuntungan mulai dari Rp 50 ribu hingga Rp 2 juta dari setiap investor. Uang tersebut digunakan untuk keperluan pribadi, termasuk membeli mobil dan membuka usaha binatu. Meski demikian, jumlah kerugian total masih dalam proses audit pendalaman.
Tersangka SFM kini dijerat dengan pasal berlapis, termasuk Pasal 45 A ayat (1) juncto Pasal 28 ayat (1) UU No. 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik, Pasal 378 KUHP, dan Pasal 3 UU No. 8 Tahun 2010 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang. Hukuman maksimal yang dapat diterima adalah 6 tahun penjara atau denda Rp 1 miliar, serta hingga 20 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar untuk pencucian uang.
Dari perspektif seorang jurnalis, kasus ini mengingatkan pentingnya kesadaran publik terhadap modus penipuan yang semakin canggih. Investor harus lebih teliti dan mencari informasi dari sumber terpercaya sebelum melakukan investasi. Kasus ini juga menunjukkan pentingnya peran aparat hukum dalam melindungi masyarakat dari tindakan penipuan yang merugikan.