Pada awal tahun 2025, mata uang rupiah mengalami penurunan yang signifikan terhadap dolar AS. Penurunan ini berlangsung bersamaan dengan rilis data Indeks Harga Konsumen (IHK) yang menunjukkan inflasi sebesar 1,57% secara tahunan. Nilai tukar rupiah mencapai level Rp16.190 per dolar AS, merosot 0,62% dibandingkan hari sebelumnya. Meskipun inflasi rendah dan ada harapan pemulihan sektor manufaktur, pasar tetap waspada menunggu data PMI Manufaktur Indonesia untuk Desember 2024.
Pada Kamis, 2 Januari 2025, dalam suasana yang penuh ketidakpastian ekonomi, mata uang rupiah mengalami pelemahan yang cukup drastis. Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS turun hingga mencapai level Rp16.190 per dolar AS, atau merosot 0,62% dibandingkan dengan penutupan sebelumnya. Selama perdagangan berlangsung, nilai tukar rupiah sempat menyentuh titik terendah di posisi Rp16.260 per dolar AS dan tertinggi di Rp16.150 per dolar AS.
Bersamaan dengan pelemahan rupiah, Indeks Dolar AS (DXY) juga mengalami penurunan sebesar 0,2% pada pukul 15.00 WIB, berada di posisi 108,27. Pelemahan rupiah ini sejalan dengan rilis data Indeks Harga Konsumen (IHK) yang menunjukkan inflasi tahunan sebesar 1,57% pada periode Desember 2024, yang merupakan inflasi terendah sepanjang masa.
Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa Badan Pusat Statistik (BPS), Pudji Ismartini, menjelaskan bahwa inflasi ini terjadi karena kenaikan Indeks Harga Konsumen (IHK) dari 105,15 pada Desember 2023 menjadi 106,80 pada Desember 2024. Kelompok pengeluaran makanan, minuman, dan tembakau menjadi penyumbang terbesar inflasi tahunan, dengan kontribusi inflasi 0,55%, terutama dari komoditas seperti rokok mesin dan minyak goreng.
Meski inflasi tercatat rendah, deflasi terjadi pada kelompok transportasi, dengan kontribusi deflasi sebesar 0,04% akibat penurunan tarif angkutan udara pada Desember 2024. Beberapa komoditas lain, seperti beras, kopi bubuk, ikan segar, bawang merah, dan bawang putih, juga turut berkontribusi pada kenaikan harga. Namun, di luar kelompok makanan, emas perhiasan mencatat kontribusi inflasi yang signifikan sebesar 0,35%.
Pasar kini menantikan rilis data PMI Manufaktur Indonesia untuk Desember 2024 yang dijadwalkan keluar pada Kamis (2/1/2025). Berdasarkan proyeksi Tradingeconomics, PMI Manufaktur Indonesia diperkirakan kembali ke zona ekspansi, yang akan menjadi pencapaian pertama setelah lima bulan berturut-turut berada di zona kontraksi. Sebelumnya, PMI manufaktur tercatat di angka 49,6 pada November 2024, sedikit membaik dibandingkan Oktober 2024 (49,2). Namun, angka tersebut masih menunjukkan aktivitas manufaktur yang menyusut, terutama akibat melemahnya pesanan baru dan penurunan lapangan kerja yang terus berlanjut.
Kondisi ekonomi yang kompleks ini mencerminkan kombinasi tekanan eksternal dan domestik yang mempengaruhi stabilitas rupiah. Meskipun inflasi tahunan rendah dan ada indikasi perbaikan pada sektor manufaktur, hal tersebut belum cukup untuk membalikkan tren pelemahan mata uang. Pelaku pasar tetap bersikap hati-hati sembari menunggu data PMI yang dapat memberikan gambaran lebih jelas terkait arah ekonomi Indonesia di awal tahun 2025. Kebijakan moneter dan fiskal yang tepat sasaran sangat diperlukan untuk mengembalikan kepercayaan investor dan memperkuat stabilitas ekonomi nasional.