Harga minyak mentah global mengalami fluktuasi pada awal pekan ini, dipengaruhi oleh eskalasi ketegangan perdagangan antara Amerika Serikat (AS) dan China. Meskipun ada kenaikan kecil pada hari Jumat, tren penurunan harga minyak masih berlanjut sejak beberapa hari terakhir. Situasi ini memicu kekhawatiran tentang dampak negatif terhadap permintaan minyak di pasar internasional.
Pada Jumat pagi, 7 Februari 2025, pukul 09:31 WIB, harga minyak Brent diperdagangkan naik 0,4% menjadi US$74,59 per barel, sementara minyak West Texas Intermediate (WTI) menguat 0,39% menjadi US$70,89 per barel. Kenaikan ini terjadi setelah tiga hari penurunan yang signifikan, mencerminkan ketidakpastian pasar akibat ancaman perang dagang.
Analis dari BMI menyoroti bahwa tekanan penurunan harga minyak berasal dari isu tarif impor yang diumumkan oleh Presiden AS Donald Trump. Pengumuman tersebut mencakup tarif 10% untuk produk impor dari China sebagai bagian dari upaya memperbaiki neraca perdagangan AS. Meski demikian, Trump menunda rencana pemberlakuan tarif tinggi terhadap Meksiko dan Kanada.
Situasi ini juga menutupi dampak dari perintah eksekutif Trump pada 4 Februari yang memperkuat sanksi terhadap Iran, termasuk komitmen untuk mengurangi ekspor minyak Iran hingga nol. Peningkatan persediaan minyak mentah AS yang lebih besar dari perkiraan turut menekan harga acuan minyak dunia.
Berbagai faktor ini telah menyebabkan harga minyak Brent turun lebih dari 8%, sementara WTI merosot lebih dari 7% sejak Trump kembali menjabat pada 20 Januari.
Dari sudut pandang seorang jurnalis, situasi ini menunjukkan betapa sensitifnya pasar minyak terhadap kebijakan ekonomi global. Setiap langkah yang diambil oleh pemimpin dunia memiliki potensi untuk mempengaruhi stabilitas ekonomi dan energi secara luas. Dalam konteks ini, penting bagi para pemangku kepentingan untuk tetap waspada dan responsif terhadap perubahan yang cepat dalam dinamika geopolitik dan ekonomi global.