Pergerakan mata uang rupiah mengalami fluktuasi signifikan akibat ketidakpastian geopolitik yang berkaitan dengan situasi di Timur Tengah. Meskipun awalnya menguat, rupiah kembali melemah seiring berita tentang potensi pembatalan gencatan senjata antara Israel dan Hamas. Indeks dolar AS juga menunjukkan penurunan tipis, namun situasi tetap tidak stabil karena perkembangan politik dan militer di wilayah tersebut.
Mata uang rupiah mengalami perubahan drastis pada perdagangan hari ini. Awalnya, rupiah membuka kuat dengan kenaikan hampir setengah persen. Namun, dalam waktu singkat, nilai tukarnya kembali ke posisi sebelumnya. Ini mencerminkan ketidakpastian pasar terhadap isu geopolitik yang sedang berlangsung.
Secara spesifik, rupiah dibuka dengan penguatan 0,46% di level Rp16.280 per dolar AS. Namun, hanya beberapa menit setelah perdagangan dimulai, rupiah kembali ke posisi sebelumnya di angka Rp16.355 per dolar AS. Fluktuasi ini menunjukkan bahwa investor masih waspada terhadap risiko yang muncul dari situasi di Gaza. Selain itu, indeks dolar AS/DXY turun tipis menjadi 108,91, sedikit lebih rendah dibandingkan posisi sebelumnya.
Ketidakstabilan politik di Gaza mempengaruhi kondisi pasar keuangan global, termasuk nilai tukar rupiah. Perkembangan terbaru mengenai gencatan senjata antara Israel dan Hamas menambah ketidakpastian. Keputusan kabinet Israel tentang kesepakatan gencatan senjata menjadi fokus utama.
Dua anggota kabinet Israel telah menyuarakan penentangan terhadap gencatan senjata, yang menambah kompleksitas situasi. Menteri Keamanan Nasional Itamar Ben Gvir bahkan mengancam mundur dari pemerintahan jika kesepakatan disetujui. Di sisi lain, Perdana Menteri Benjamin Netanyahu menuduh Hamas melanggar beberapa bagian perjanjian perdamaian. Serangan militer Israel ke Gaza juga semakin intensif, menyebabkan korban jiwa dan kerusakan infrastruktur. Semua faktor ini berkontribusi pada volatilitas pasar dan mempengaruhi nilai tukar rupiah.