Gaya Hidup
Tentang Bali dalam Daftar No List 2025: Dampak Kerusakan Lingkungan dan Pariwisata
2024-11-24
Jakarta, CNBC Indonesia - Fodors.com, sebuah situs yang memberikan informasi tentang kegiatan wisata, telah memasukan Bali ke dalam daftar No List 2025. Hal ini mengindikasikan bahwa Fodor’s menganggap Bali sebagai tempat yang kurang layak untuk dikunjungi oleh para turis. Menurut informasi yang diambil dari fodors.com pada Minggu (24/11/2024), perkembangan pariwisata yang cepat dan tidak terkendali di Bali telah merambah ke habitat alami. Pembangunan tersebut dianggap telah mengikis warisan lingkungan dan budaya serta menciptakan 'kiamat plastik'.Impak Kerusakan Lingkungan di Bali
Fodor’s menyebutkan bahwa dampak kerusakan lingkungan di Bali dapat dilihat dari angka-angka yang diberikan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Bali. Pulau ini memiliki sekitar 5,3 juta pengunjung internasional pada tahun 2023, menunjukkan pemulihan yang kuat dibandingkan dengan tingkat sebelum pandemi. Namun, pada tujuh bulan pertama tahun 2024, jumlah wisatawan asing telah meningkat menjadi sekitar 3,5 juta, menunjukkan peningkatan sebesar 22% dibandingkan dengan tahun sebelumnya.Pantai-pantai yang dulu bersih seperti Kuta dan Seminyak saat ini terburam di bawah tumpukan sampah. Sistem pengelolaan sampah di tempat tersebut harus berjuang keras untuk mengatasinya. Bali Partnership, sebuah koalisi akademisi dan LSM, memperkirakan bahwa pulau ini menghasilkan 1,6 juta ton sampah setiap tahun, dengan sampah plastik mencapai hampir 303.000 ton. Meskipun volume sampahnya besar, hanya 48% dari semua sampah yang dikelola secara bertanggung jawab, dan hanya 7% sampah plastik yang didaur ulang. Kekurangan ini menyebabkan 33.000 ton plastik masuk ke sungai, pantai, dan lingkungan laut Bali setiap tahun, yang menimbulkan ancaman serius bagi ekosistem pulau ini.Peran Pariwisata dalam Menyebabkan Kerusakan
Pariwisata di Bali dianggap telah menyebabkan kerusakan serius pada lingkungan pulau ini. Pengelolaan sampah di Bali hampir tidak mampu mengimbangi volume sampah, dan itu masih jauh dari kata cukup. Gary Bencheghib, salah satu pendiri Sungai Watch, menyebut situasi ini sebagai 'kiamat plastik' dan perjuangan yang berat. World Wildlife Fund (WWF) telah mengkritik perkembangan pariwisata di Bali selama beberapa dekade. Laporan mereka menyebutkan bahwa pembangunan pariwisata terjadi dengan cepat dan tanpa perencanaan yang matang atau mematuhi aturan pembangunan berkelanjutan. Oleh karena itu, pariwisata telah menyebabkan kerusakan serius pada lingkungan pulau ini.Selain itu, kualitas air pesisir Indonesia dianggap terancam oleh polutan. Laporan dari Bank Pembangunan Asia menyebutkan bahwa nutrisi yang berlebihan, senyawa organik, dan logam berat dari air limbah domestik, industri, pertambangan, pertanian, dan akuakultur merupakan sumber polusi yang paling signifikan.Dalam kesimpulan, dampak pariwisata dan perkembangan yang tidak terkendali di Bali telah menyebabkan kerusakan serius pada lingkungan dan ekosistem pulau ini. Meskipun ada peningkatan dalam jumlah wisatawan, masalah seperti pengelolaan sampah dan polusi air masih menjadi tantangan yang harus diatasi.