Pasar
Terkait Fitur Buy Now Pay Later (BNPL) di Indonesia
2024-12-19
Jakarta, CNBC Indonesia - Fitur buy now pay later (BNPL) atau Paylater saat ini menjadi pilihan populer bagi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan. Di Indonesia, masyarakat semakin gemar menggunakan Paylater untuk membeli barang.
Penyaluran Piutang Pembiayaan Pay Later
Kepala Eksekutif Pengawas Lembaga Pembiayaan, Perusahaan Modal Ventura, Lembaga Keuangan Mikro, dan Lembaga Jasa Keuangan mengungkapkan bahwa penyaluran piutang pembiayaan Pay Later dari Perusahaan Pembiayaan (PP) naik 103,4% per September 2024. Piutang pembiayaan BNPL oleh PP per September 2024 mencapai Rp8,24 triliun, yang lebih rendah daripada BNPL pada perbankan sebesar Rp19,81 triliun. "Adapun tingkat kredit macet atau Net Performing financing (NPF) gross dan NPF net masing-masing sebesar 2,60% dan 0,71%," kata Agusman dalam jawaban tertulis.Dalam segmen piutang pembiayaan pokok, mayoritas berasal dari masyarakat yang memiliki kategori usaha lainnya/non produktif, diikuti oleh usaha mikro.OJK dan Pengaturan BNPL
OJK saat ini sedang menyusun pengaturan khusus terkait BNPL, termasuk mengenai persyaratan perusahaan pembiayaan yang menyelenggarakan kegiatan BNPL, kepemilikan sistem informasi, pelindungan data pribadi, rekam jejak audit, sistem pengamanan, akses dan penggunaan data pribadi, kerja sama dengan pihak lain, serta manajemen risiko. Saat ini, perusahaan pembiayaan yang menyelenggarakan kegiatan BNPL tunduk kepada pengaturan kegiatan usaha, prudensial, kualitas asset, dan mitigasi risiko yang diatur dalam Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 35/POJK.05/2018 tentang Penyelenggaraan Usaha Perusahaan Pembiayaan sebagaimana telah diubah dengan Peraturan Otoritas Jasa Keuangan Nomor 7/POJK.05/2022.Kenaikan Penyaluran dan Daya Beli Masyarakat
Kenaikan penyaluran pembiayaan BNPL terjadi seiring dengan daya beli masyarakat yang terus turun. Level konsumsi rumah tangga terus stagnan di bawah 5% pada kuartal III-2024 dengan nilai 4,91%, lebih rendah dari posisi kuartal II-2024 yang sebesar 4,93% dan jauh lebih rendah dari posisi kuartal III-2023 sebesar 5,05%. Pemerintahan Presiden Prabowo Subianto telah mengakui bahwa daya beli masyarakat saat ini sedang melemah. Prabowo bahkan telah menggelar rapat bersama seluruh anggota Dewan Ekonomi Nasional yang dipimpin Luhut Binsar Pandjaitan untuk membahas daya beli.