Pasar
Tukar Rupiah dan Efeknya: Analisis Ekonomi di 2025
2024-12-20
Jakarta, CNBC Indonesia - Pada hari ini, Jumat (20/12/2024), mata uang Garuda, rupiah dibuka dengan sedikit penurunan sebesar 0,03% dengan nilai Rp16.290/US$. Namun, hanya dalam waktu kurang dari dua menit setelah perdagangan dibuka, rupiah kembali mengalami depresi dan mencapai level Rp16.300/US$. Data Refinitiv menunjukkan hal ini.

Indeks Dolar dan Perubahannya

Pada pukul 09:01 WIB, indeks dolar atau DXY sedikit naik sebesar 0,01% dan berada pada angka 108,42. Ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan posisi kemarin (19/12/2024) yang berada di angka 108,41. Perubahan ini juga memberikan dampak pada nilai tukar rupiah.

Pelemahan Rupiah dan Sentimen The Fed

Pelemahan rupiah ini disebabkan oleh sentimen keputusan The Fed yang dianggap hawkish. The Fed tidak akan agresif dalam memangkas Fed Fund Rate pada 2025 seperti yang diharapkan sebelumnya. Mereka hanya akan memangkas sebanyak 2 kali, lebih sedikit dari rencana awal sebanyak 4 kali. Hal ini membuat pasar bergerak dengan kecepatan yang lebih lambat dan memberikan ketidakpastian bagi para investor dan pengusaha.Para pengusaha dan ekonomi melihat kemungkinan rupiah akan terus melemah ke depannya, terutama pada 2025 saat presiden terpilih Donald Trump dilantik. Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai bahwa nilai tukar rupiah selama tahun 2025 akan bergerak dalam rentang Rp 15.800 - Rp 16.350 per dolar. Apindo menilai kebijakan devisa hasil ekspor (DHE), Local Currency Transaction (LCT), SRBI, dan SVBI belum dapat menjaga nilai tukar rupiah yang diakibatkan oleh kondisi ekonomi Indonesia sebagai negara small open economy terutama pada produk minyak, pangan, digital services, dan TIK yang perlu menjadi perhatian khusus. "Maka dari itu, Apindo menilai bahwa nilai tukar rupiah selama tahun 2025 akan bergerak dalam rentang Rp15.800-Rp16.350 per dollar USD," ujar Ketua Apindo Shinta Kamdani.

Kebijakan Presiden Trump dan Dampaknya

Ketua Komite Analisis Kebijakan Ekonomi Bidang Perbankan dan Jasa Keuangan APINDO Aviliani juga menilai bahwa kebijakan presiden terpilih Donald Trump akan mempengaruhi nilai tukar rupiah. Trump bertekad mendongkrak ekonomi AS dengan memotong pajak korporasi, penciptaan lapangan kerja yang berpotensi meningkatkan inflasi serta menambah utang yang akan mendorong kenaikan imbal hasil US Treasury. "Trump baru akan memberlakukan kebijakan mungkin baru tahun depan. Jadi pelemahan tahun depan akan lebih signifikan dibanding akhir tahun ini," kata Aviliani.

Perkiraan Nilai Tukar Rupiah oleh BCA

Kepala ekonom PT Bank Central Asia Tbk atau BCA, David Sumual memperkirakan, nilai tukar rupiah masih bisa terus melemah hingga ke level Rp 16.400 ke depan dengan potensi penguatan hanya akan sampai ke level Rp 16.150/US$ dalam jangka pendek. Dia menjelaskan pergerakan kurs rupiah ini beriringan dengan pelemahan nilai tukar mata uang negara-negara ekonomi berkembang lainnya atau emerging markets. Pemicunya adalah keputusan Bank Sentral AS The Federal Reserve atau The Fed. Saat digelarnya Federal Open Market Committee (FOMC) pada Desember ini, The Fed hanya mengisyaratkan akan memangkas suku bunga acuannya sebanyak dua kali lagi pada 2025, lebih sedikit dari perkiraan semula yang bisa mencapai empat kali pemangkasan atau sekitar 100 basis points. "Fed memproyeksikan penurunan suku bunga hanya dua kali tahun depan karena kekhawatiran tingginya inflasi akibat kebijakan tarif dari pemerintahan Trump," tegas David.
More Stories
see more